Di kediamannya, Soeharto begitu bersedih karena sang istri tercinta, Siti Hartinah, meninggal dunia. Bu Tien, begitu Siti Hartinah dikenal, terkena serangan jantung sekitar pukul 04.00 WIB.
Ia sempat dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, sebelum akhirnya dinyatakan tutup usia pukul 05.10 WIB. Soeharto pun tak kuasa menahan duka. Dia beberapa kali mengusapkan sapu tangannya ke wajah untuk menghapus air mata.
Air mata Soeharto akhirnya jatuh juga. Ruang tamu kediaman presiden kedua RI itu jadi saksinya. Kala itu, 28 April 1996, awan kelabu menggantung di sekitar Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca Juga:Iman Vellani Ikut Audisi ‘Ms. Marvel’ setalah Tantenya DiwhatsappLagi Viral, Bikin Video Elon Musk Di elontalks.com
Kisah sedih ini turut disaksikan oleh Satyanegara, dokter ahli bedah saraf yang juga anggota Tim Dokter Kepresidenan. Pagi itu, Satya tiba di rumah duka di Jalan Cendana sekitar pukul 07.00 WIB. Ia melihat jenazah Ibu Tien dibaringkan di ruang tamu.
Satya masuk untuk menyampaikan belasungkawa. Di situ Soeharto memeluk erat dirinya. “Pak Harto memeluk saya, kemudian berkata sangat perlahan, ‘Piye to, kok ora iso ditolong…? (Bagaimana, kok tidak bisa ditolong?)’,” tutur Satya dilansir dari buku Pak Harto, The Untold Stories terbitan Gramedia Pustaka Utama (2011).
Mendengar Soeharto, Satya tidak mampu mengucapkan satu kata pun. Ia turut merasakan kesedihan Soeharto lewat air mata yang diteteskan sosok “The Smiling General” itu. “Saya hanya tertegun, turut merasakan dalamnya kepiluan di hati Pak Harto,” tutur pria yang mendapat gelar doktor bidang neurologi dari Universitas Tokyo pada 1972 itu.
Jenderal gigih Satya masih merawat Soeharto hingga penguasa Orde Baru itu tak lagi berkuasa. Bagi Satya, Soeharto adalah sosok yang disiplin.
Dia terkagum-kagum pada kegigihan Soeharto ketika berjuang melawan stroke yang dideritanya. “Ketika Pak Harto terkena stroke, setiap hari saya menyaksikan beliau berusaha mengatasinya dengan keuletan dan disiplin yang tinggi,” kata Satya.
Satya bertutur, salah satu cara Soeharto berjuang melawan stroke adalah berusaha sekuat tenaga untuk kembali menggerakkan tangannya. “Pak Harto berusaha sekuatnya untuk segera bisa lagi menorehkan tanda tangannya, seutuh dan setegas saat ia belum stroke,” kisah Satya. Bagi Satya, Soeharto adalah pasien yang istimewa.