BARU-baru ini ada satu kanal berita nasional yang memangkas karyawannya. Kebanyakan posisi yang kena dampak dari kebijakan itu adalah reporter (penulis) dan fotografer.
Konon, hal itu disebabkan adanya peralihan bisnis perusahaan. Tidak sedikit beberapa reporter dan fotografer senior yang kena imbas, putus hubungan kerja (PHK). Salah satu fotografer senior yang saya kenal, memilih sikap tidak terlalu mengambil pusing perihal itu.
Namun jika ditelisik lebih mendalam, di sorot matanya ada kegetiran yang besar. Bukan soal PHK tetapi sesuatu yang menurutnya akan menjadi “ancaman” bagi mekanisme kerja jurnalis di masa depan, yakni, jurnalisme data. Suatu genre baru dalam jurnalisme yang menggabungkan elemen jurnalisme, internet, komputer, statistik dan desain grafis. Meski kehadirannya sudah cukup lama, namun ini yang nantinya digadang-gadang bisa membuat jurnalis tidak bersentuhan langsung dengan narasumber.
Baca Juga:Pembunuhan Jurnalis Malta: Terduga Pelaku Pembunuh Dibayar Rp 2,3 MBeredar Foto Polisi Masjid, Ini Penjelasannya
Ada situasi, kisah dan sentuhan lapangan yang hilang. Jurnalisme data lebih menekankan aktivitas jurnalistik pada pengelolaan basis data di komputer. Mereka duduk di depan komputer sambil menggali dan mengeruk dari berbagai sumber data. Bukan selalu verifikasi data di luar komputer. Data-data itu dikompilasi, disaring, disesuaikan menurut kebutuhan, lalu disandingkan dengan grafis yang menarik dan jadilah berita.
Akurasi Data
Lalu apa masalahnya? Giannina Segnini, seorang jurnalis asal Kosta rika yang juga profesor di Columbia University mengatakan, “The data and technology shouldn’t distract us from our mission for accuracy,” (Verification Handbook for investigative reporting, 2015). Ya, kekuatiran terbesar dari evolusi jurnalisme data adalah hilangnya akurasi.
Jadi, jika sebelumnya jurnalis mewawancarai orang, maka di model baru ini jurnalis lebih menekankan interogasinya pada data. Nantinya mereka akan menggunakan program komputer yang cukup kompleks. Di antara program itu yang paling banyak digunakan adalah Excel, Tableau, SPSS dan SQL (Salazar, 2018). Mungkin masih banyak lainnya.
Persoalan akurasi ini muncul dari adanya skepstime beberapa kalangan terhadap bagaimana data itu dimasukkan dalam komputer lalu menjadi acuan media untuk kemudian diolah menjadi berita. Hal yang perlu diketahui, data yang dimasukkan tersebut seringnya adalah angka.