JAKARTA – Komisi X DPR RI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terbuka terkait penyusunan kurikulum baru untuk 2021. Hal itu menyusul wacana dihapusnya mata pelajaran (mapel) Sejarah di kurikulum yang baru.
“Jangan menunggu ada kehebohan dulu, baru kita terbuka, semua mekanisme pembuatan kebijakan harus dipenuhi, tidak hanya pendekatan atas-bawah (top-down), namun juga mekanisme politik, teknokratif, partisipasif, dan pendekatan bawah-atas (bottom-up),” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih di Jakarta, Senin (21/9).
Fikri juga meminta, agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim memastikan untuk melibatkan pemangku kepentingan pendidikan. Menurutnya, hal itu bisa dimulai dengan mengomunikasikannya kepada komisi X DPR RI.
Baca Juga:Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Klaim Bangkitnya Gerakan PKI Sejak 2008Saidiman Ahmad: Yang Perlu Dihapus Pelajaran Agama
“Harusnya mas Menteri sampaikan dan paparkan dulu secara gamblang di DPR, baru dilaunching,” ujarnya.
Fikri menduga, penyusunan kurikulum ini sebagai bagian dari kurikulum adaptif menghadapi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari lebih dari 1 semester.
“Kalau toh ada kurikulum penyesuaian karena pandemi, maka jangan mengulang seperti isu mapel Agama yang hilang dan bikin gaduh,” imbuhnya.
Terkait wacana dihapusnya mapel sejarah sebagai mapel wajib di kurikulum SMA, Fikri secara tegas menolak ide tersebut. Menurutnya, sejarah adalah bagian tak terpisahkan dalam membentuk pribadi bangsa dengan semangat untuk selalu belajar, memperbaiki diri atas kesalahan di masa lalu.
“Dengan belajar sejarah bangsa kita belajar semangat patriotisme untuk menghadapi masalah dan tekanan dari para penjajah, melalui tampilnya pahlawan yg tercatat dalam sejarahdan meningkatkan kualitas intelektual dan karakter nya melalui telaah sejarah bangsa ini.” tuturnya.
Sikap penolakan juga disampaikan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI). Pihaknya menganggap, langkah tersebut membuat resah dan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dan Sekjen PB PGRI, Ali Arahim menilai, pelajaran sejarah berkontribusi penting untuk memberikan pemahaman dan penanaman nilai perjalanan suatu bangsa kepada generasi selanjutnya sehingga terbentuk watak yang baik dari suatu bangsa.
Baca Juga:Sistem Kesehatan Bisa Ambruk, Ini Alasan Relawan Medis Satgas Covid-19Menteri Agama Terkonfirmasi Positif Covid-19
“Jangan sampai generasi penerus melupakan jati diri dan identitas bangsanya. Pelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan peserta didik yang berkarakter baik sesuai jati diri bangsa sesuai Pancasila dan UUD 1945,” demikian pernyataan PB PGRI.