Awal Agustus lalu, di saat penambahan kasus positif harian mencapai lebih dari 3000 orang, dan angka kematian nakes (menurut IDI) mencapai 6,5% (20 kali angka kematian nakes dunia yang 0,37%), atas usulan Menteri Terawan, tiba-tiba Presiden melantik para anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang ditolak oleh IDI, PDGI dan seluruh Perhimpunan Dokter Spesialis.
Penolakan ini karena penunjukannya oleh sang komandan tidak mewakili dan tidak pernah di komunikasikan dengan organisasi yang mewakili para anggota pasukan khusus yang sedang sibuk bertempur di medan perang.
Alhasil, satu kekacauan dan kekisruhan telah diciptakan oleh Terawan, sang komandan lapangan yang tidak pernah hadir di medan tempur, bahkan tidak jelas keberadaannya.
Baca Juga:Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Massa Anarkis di Bundaran Bank IndonesiaKawasan Harmoni Sepi, Bentrok di Patung Kuda
September 2020, belum lagi jelas kapan peperangan ini akan berakhir, disaat lebih dari 130 dokter menjadi korban meninggal bersama dengan ratusan nakes lain, dengan enteng dan tanpa perasaan sang komandan masih bisa berteriak siap untuk memasok sebanyak 3500 tentara cadangan.
Para dokter yang pendidikannya memerlukan waktu 6-11 tahun (6 tahun untuk dokter umum termasuk masa internship, dan tambahan 4-5 tahun untuk dokter spesialis) bukanlah ‘barang disposable’ yang gampang diproduksi dengan instan.
Para dokter adalah SDM langka yang menjadi pilar utama untuk bisa terlaksananya sila kelima dari Pancasila khususnya pemenuhan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Belum puas rasanya sang komandan Terawan dalam mengganggu konsentrasi tempur pasukan khusus para dokter spesialis ini. Tiba-tiba sang komandan Terawan (yang tidak pernah diketahui keberadaannya) di luar kewenangannya sebagai Menkes, mengeluarkan surat perintah berupa PMK 24 tahun 2020 pada 21 September kemarin (data mengenai hal ini bisa di unduh di aplikasi sehatpedia, sebuah aplikasi resmi milik Kemenkes.
Sampai artikel ini ditulis, data ini belum di tayangkan di website resmi Kemenkes yang isinya menyebabkan kekisruhan dan mengacaukan TuPokSi berbagai satuan tempur dari pasukan khusus yang sedang sibuk bertugas di medan tempur. Para dokter spesialis ini masing-masing memiliki kompetensi khusus yang sebagian memang ada ‘overlap’ atau tumpang tindih antar bidang spesialis.