JAKARTA-Pemerintah China telah menyampaikan ucapan selamat mereka kepada Presiden-Terpilih Joe Biden, dan pasangannya Wakil Presiden-Terpilih Kamala Harris, Jumat (13/11/2020), atau sepekan setelah kedua kandidat memberikan pidato kemenangan.
Ucapan tersebut disampaikan lewat Menteri Luar Negeri China Wang Wenbin yang berbicara dalam sebuah acara konferensi pers biasa, seperti dilansir CNN. Dalam pernyataannya, Wegbin menyampaikan bahwa China “menghormati pilihan warga Amerika.”
“Kami mengucapkan selamat pada Biden dan Harris. Di saat yang sama, kami tahu bahwa hasil dari Pilpres AS ini akan diresmikan sesuai hukum dan prosedur yang berlaku di AS,” kata dia.
Baca Juga:Danrem 063/SGJ Ikuti Apel Danrem dan Dandim terpusat di MabesadKodam III/Slw: Ajak Tingkatkan Semangat Kepedulian Sesama di Tengah Pandemi Covid-19
Sebelumnya, Wang cenderung menghindari pertanyaan wartawan mengenai kapan pemerintah China akan menyampaikan selamat pada Presiden-Terpilih AS dan atas kemenangannya. Hal ini memicu sejumlah spekulasi bahwa pejabat China akan menunggu sampai Donald Trump mengakui kekalahannya secara resmi.
Ketika didesak mengenai apa tanggapan China soal pidato kemenangan Biden, Wang, seperti dikutip CNN, mengaku akan “menangani urusan pernyataan selamat sesuai praktek yang dijalankan dalam dunia internasional.”
Pada 2016, Presiden Xi Jinping menyampaikan ucapan selamatnya pada Donald Trump, saat itu masih menjadi presiden-terpilih, satu hari setelah ia dinyatakan menang dalam pilpres AS 2016.
China menjadi negara besar terbaru yang mengakui kemenangan Presiden-terpilih Joe Biden. Sebelumnya, sejumlah negara maju telah menyambut pemimpin baru AS itu, contohnya Inggris, Australia, Israel, Prancis, dan Jerman.
Sosok Joe Biden masih diberitakan secara hati-hati oleh media kenegaraan China, sedikit lebih baik daripada yang dialami Trump, yang kerap mendapat pemberitaan yang tajam akibat memburuknya hubungan bilateral antara AS-China.
Sejumlah pakar mengenai pemerintahan China berpendapat bahwa pemerintahan Xi Jinping berusaha menghindari letupan konflik bilateral dengan AS di bulan-bulan terakhir kepemimpinan Donald Trump. Itulah kenapa tindakan mereka pasca-pilpres AS terkesan lebih telat dibandingkan dengan negara-negara lainnya. (*)