JAKARTA-Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Joko Tjandra sebagai saksi dalam perkara dugaan suap red notice atas terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo.
Dalam persidangan, Joko Tjandra mengungkap jika Tommy Sumardi memasang angka awal Rp25 miliar untuk memeriksa status red notice.
“Saya minta kepada Tommy melakukan pengecekan, bulan Maret. saya di Malaysia, Tommy di Jakarta. Komunikasi (melalui) telefon,” ujar Joko Tjandra dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 14 Desember.
Baca Juga:Aktivis Haris Rusly: Bansos Dikorupsi, Kini Disuruh Bayar VaksinPenuhi Panggilan Komnas HAM Terkait CCTV di Tol Japek, Pernyataan Dirut Jasamarga Bikin Berkerut
Setelah terjalin komunikasi, beberapa hari kemudian Tommy Sumardi menyanggupi permintaannya tersebut. Tapi dengan catatan perlu ada uang untuk memuluskannya.
“Selang berapa lama kemudian, ‘bisa saya bantu, untuk melakukan pengecekan, tapi ada biayanya Joko’,” ujar Joko menirukan pernyataan Tommy.
Joko Tjandra lantas menanyakan berapa nominal yang harus dibayarkan. Tommy menjawab jika untuk membersihkan nama dari status DPO senilai Rp25 miliar.
Tapi Joko Tjandra tak langsung menyetujuinya. Sebab awalnya Joko Tjandra hanya menyanggupi Rp5 miliar. Keduanya bernegosiasi dan sepakat di angka Rp10 miliar.
“Terus akhirnya beliau turun dari Rp25 miliar menjadi Rp15 miliar. Entah apa yang ktia bicara, kita sepakat Rp10 miliar,” kata dia.
Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi.
Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.
Baca Juga:Mengurai Pengadaan Covid-19ICW Temukan Kejanggalan Pengadaan Bansos Covid-19
Joko Tjandra didakwa memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu dan kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu. (*)