JAKARTA-Taufik baru berusia 14 tahun, tapi kegigihannya patut diacungi jempol. Kekuatannya luar biasa. Walau melarat, Taufik tetap bekerja keras. Demi siapa? Demi 2 adiknya.
Orang tua Taufik diketahui sudah meninggal. Praktis, ia berubah menjadi “orang tua” cilik dalam keluarga kecilnya. Tiap hari Taufik mandi keringat, memanfaatkan kekuatannya. Semuanya demi makan dan pendidikan adiknya.
Baca Juga:Kapal Perang AL Tentara Pembebasan Rakyat China Terobos Perairan Laut Natuna UtaraGempa M 5,2 Guncang Enggano Bengkulu
Baca: Video Pengakuan, Perempuan Ini Mendadak Hamil Lalu Melahirkan Satu Jam Kemudian Bikin Heboh Cianjur
Karena itu pula, Taufik putus sekolah demi menjalankan tongkat estafet perjuangan orang tuanya. “Semenjak orangtuanya meninggal dunia, Taufik (14) rela putus sekolah untuk menjadi satu-satunya tulang punggung bagi kedua adiknya yang masih kecil,” dikutip dari laman Kitabisa.
Kerja apa si Taufik? Ia bekerja sebagai penarik amal yang berdiri di pinggir jalan untuk pembangunan sebuah masjid raya di sekitar Jalan Raya Curah Batu. Demi sampai ke tempat kerjanya, Taufik harus menempuh perjalanan sepanjang 2 kilometer. Itu dilakukan setiap hari dengan berjalan kaki.
Perjuangan sekuat itu dihargai berapa? Ternyata hanya dihargai uang sebesar Rp30 ribu setiap hari. Uang hasil bekerja selama 5 jam tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga biaya sekolah kedua adiknya.
Bayangkan, pendapatan itu harus ia tabung dan sisihkan sebagian untuk makan. Ia diketahui mulai bekerja dari pukul 7 pagi hingga 12 siang. “Taufik menjadi penarik amal dari jam 07.00 WIB-12.00 WIB dengan upah Rp30 ribu. Pendapatan ini ia gunakan untuk biaya sehari-hari dan sekolah kedua adiknya,” dikutip dari laman Kitabisa.
Apakah uangnya hanya untuk adiknya saja dan dirinya? Ternyata tidak. Ia harus melunasi utang kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Setiap minggu, Taufik harus menemui pihak bank tempat kedua orangtuanya berutang.
Pihak bank terus datang menemuinya sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk menagih utang kedua orangtuanya. “Setiap hari Selasa dan Kamis, Taufik harus betemu dengan petugas bank. Mereka datang menagih utang orangtua Taufik. Karena ia adalah anak pertama, Taufik merasa memiliki tanggung jawab atas utang dan nasib kedua adiknya,” dikutip dari laman Kitabisa.com.