Ratusan ribu warga Sri Lanka dilaporkan mulai berbondong-bondong meninggalkan negaranya. Hal ini diakibatkan krisis ekonomi yang membuat pasokan pangan dan energi negara itu lumpuh.
Hal ini terkuak dari melonjaknya permintaan paspor. Dalam lima bulan pertama tahun 2022, pihak imigrasi dilaporkan telah mengeluarkan 288.645 paspor, dibandingkan dengan 91.331 pada periode yang sama tahun lalu.
Di Departemen Imigrasi dan Emigrasi, tempat orang mengantre berjam-jam untuk mengambil foto dan sidik jari mereka, pejabat senior mengatakan 160 anggota staf kelelahan. Mereka berusaha memenuhi permintaan paspor saat ini.
Baca Juga:Tunggu Aksi Ronaldinho yang akan Perkuat RANS Nusantara FCMichael Krmencik Pemain Timnas Ceko yang jadi Striker Baru Persija Jakarta
Departemen telah memperketat keamanan, memperluas jam kerja, dan melipatgandakan jumlah paspor yang dikeluarkan. Tetapi setidaknya 3.000 orang menyerahkan formulir setiap hari.
“Sangat sulit berurusan dengan masyarakat karena mereka frustrasi dan tidak mengerti bahwa sistem tidak dilengkapi untuk menangani permintaan semacam ini,” kata H.P. Chandralal, pejabat setempat, dikutip dari Reuters, Kamis (16/6/2022).
“Jadi mereka marah dan menyalahkan kami, tetapi tidak ada yang bisa kami lakukan,” tambahnya.
Sri Lanka sendiri saat ini sudah terjebak oleh krisis pangan dan energi akibat kurangnya cadangan devisa yang dimiliki negara itu. Bahkan, inflasi di Negeri Ceylon itu telah melonjak hingga 33%.
Krisis devisa ini salah satunya disebabkan untuk membayar utang luar negeri. Diketahui, Sri Lanka paling banyak berutang kepada China dan India.
Selain itu, sumber pemasukan devisa Sri Lanka lainnya seperti dari sektor pariwisata juga menurun. Sektor pendapatan ini semakin terpukul karena pandemi Covid-19.
Kondisi ini pun mendorong pemerintah untuk menutup beberapa fasilitas umum seperti sekolah dan juga kantor lembaga pemerintahan.
Baca Juga:Polisi Sebut Buya Arrazy Ikhlas Anaknya Tertembak, Tidak Akan Ada PenuntutanPutra Buya Arrazy Tewas Tertembak Senjata Api Milik Pengawal
Sementara itu, untuk menanggulangi ini, Kolombo sedang berusaha untuk mengadakan konferensi donor bersama China, India, dan Jepang. Tak hanya itu, pemerintahan pimpinan Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe itu juga meminta bantuan lembaga moneter global seperti IMF untuk menyelesaikan masalah ini.