Berdasarkan hasil survei Bloomberg, Indonesia masuk dalam daftar 15 negara yang berisiko mengalami resesi. Dalam daftar tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14.
Survei tersebut menunjukkan, secara berurutan, peringkat 1-15 negara yang berisiko mengalami resesi adalah sebagai berikut:
1.Sri Lanka
2.New Zealand
3.Korea Selatan
4.Jepang
5.China
6.Hongkong
7.Australia
8.Taiwan
9.Pakistan
10.Malaysia
11.Vietnam
12.Thailand
13.Filipina
14.Indonesia
15.India
Dalam survei tersebut menyebutkan, Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85%, New Zealand 33%, Korea Selatan dan Jepang 25%. Lalu China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan 20%. Malaysia 13%, Vietnam dan Thailand 10%, Filipina 8%, Indonesia 3%, dan India 0%.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hasil survei tersebut menunjukkan indikator ekonomi Indonesia jauh lebih baik dari negara-negara lain yang peringkatnya di atas Indonesia dalam survei tersebut.
“Itu menggambarkan bahwa dari indikator neraca pembayaran kita, APBN kita, ketahanan dari GDP kita, dan juga dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga serta monetery policy kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3% dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa mengalami resesi jauh di atas yaitu di atas 70%,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Bali, Rabu (13/7/2022).
Kendati demikian, Indonesia masih tetap harus waspada terhadap potensi resesi yang masih dapat terjadi. Pasalnya, saat ini negara-negara di dunia masih dibayangi resesi dan kenaikan inflasi.
“Kita tetap harus waspada karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi, atau stagflasi sangat rill dan akan menjadi salah satu topik pembahasan kita,” ucapnya.
“Namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita,” kata Menkeu.
Dia menambahkan, sejak terjadi krisis ekonomi tahun 2008-2009, kini sektor keuangan Indonesia menjadi jauh lebih hati-hati. Kini non performing loan (NPL) tetap terjaga serta eksposur pinjaman luar negeri turun.
“Artinya belajar dari krisis global global sektor korporasi financial APBN moneter semuanya mencoba memperkuat diri sendiri pada saat hadapi risiko, sekarang ini kita dalam situasi daya tahan masih lebih baik makanya kita disebutkan ratingnya lebih kecil,” tutur Sri Mulyani.