32 Tahun Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Ini Tekad Sumpah Sri Sultan Hamengkubuwono X

32 Tahun Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Ini Tekad Sumpah Sri Sultan Hamengkubuwono X
Peringatan kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwana X, Sabtu (7/3/2020). [@kratonjogja / Twitter]
0 Komentar

Banyak di antara netizen yang memberi ucapan sekaligus menitipkan doa kepada Raja Yogyakarta tersebut.

https://twitter.com/exhaustedenough/status/1236108776404430853?s=20

“Bupati Bantul beserta jajaran di lingkungan pemerintah Kabupaten Bantul dan segenap masyarakat Bantul mengucapkan Turut Berbahagia Ulang Tahun Kenaikan Tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X,” tulis akun resmi pemkabbantul.

https://twitter.com/P_Ngayogyakarta/status/1236229172344655872?s=20

Dalam peringatan kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwana X akan dimeriahkan dengan sejumlah event. Adapun tema yang diusung kali ini yakni tetap berupaya untuk mengedukasi masyarakat tentang Keraton, terutama terhadap generasi milenial.

Baca Juga:Ngebluk Ngapem Sugengan dan Labuhan dalam Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono Tahun 2020Bela Kalista Iskandar, Najwa Shihab Singgung saat Bamsoet Dilantik jadi Ketua DPR

Ketua Panitia Pengetan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, menuturkan, sebenarnya banyak tema yang ingin diangkat dalam rangka peringatan Jumenengan tersebut. Tahun lalu, pihak Keraton telah mengangkat tema manuscript Keraton. Tahun ini, pihak Keraton akan mengusung tema tekstil.

“Sebenarnya banyak tema yang bisa kita angkat. Kami ingin berbeda setiap tahunnya,” ujar GKR Hayu dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.

Dalam peringatan ini, tema tekstil akan dimanifestasikan dalam artian busana, di mana tata cara pengageman [pemakaiannya] cukup banyak, begitu juga peraturannya. Di antaranya, nanti akan ada pameran batik yang bukan sekadar pameran, tetapi juga menunjukkan pemakaian batik.

Banyak tata cara pengageman di dalam Keraton yang masyarakat belum tahu, antara lain adanya perbedaan pakaian untuk wanita yang sudah datang bulan dengan yang belum. Di samping itu,  sekarang banyak mengenakan Wiru, padahal seharusnya anak-anak Sabuk Wolo.

“Anak-anak kecil yang pakai blangkon itu salah. Yang betul kalau sudah khitan, maka boleh memakai blangkon,” papar GKR Hayu.

Selain itu akan ada juga workshop tentang tata cara pengageman. Tujuan dari workshop ini adalah agar masyarakat mengetahui tentang seluk beluk penggunaan pakaian di dalam Keraton Yogyakarta. Pameran ini akan dibagi dalam tiga ruangan dengan tema-tema yang berbeda.

Dalam tingalan kali ini, pameran dan juga workshop akan dikemas sesuai dengan eranya — milenial. Sebab, tidak sedikit kaum milenial yang menganggap bahwa pengageman saat ini terkesan kuno. Hal itu terlihat dari adanya penurunan jumlah anak muda yang berkunjung ke museum seperti Keraton.

0 Komentar