Nyepi Tanpa Pawai Ogoh-ogoh Akibat Pandemi

Nyepi Tanpa Pawai Ogoh-ogoh Akibat Pandemi
Selamat Hari Raya Nyepi 2021, Tahun Baru Saka 1943 bagi umat Hindu yang melaksanakannya. Sekumpulan anak-anak di Bali, tahun 1920 Kamera dengan lampu kilat By J.M.Chs. Nijland/KITLV Leiden
0 Komentar

Tak cuma pawai ogoh-ogoh, upacara Melasti, Tawur, dan Pangrupukan yang juga rangkaian Hari Raya Suci Nyepi diminta untuk mengikuti protokol kesehatan dalam pelaksanaannya. Pertama, kata dia, yakni pembatasan jumlah peserta. Paling banyak 50 orang. Kedua, pemukan agama menggunakan ‘paniratan’ yang bersih untuk memercikkan tirta kepada umat dan memberikan bija dengan peralatan yang bersih.

Berikutnya ketiga yakni dilarang membunyikan petasan atau mercon sejenisnya. Keempat, bagi yang sedang sakit atau kurang sehat tidak diperbolehkan mengikuti upacara. Kelima, mematuhi seluruh protokol kesehatan. “Bagi umat lain di Bali agar bersama-sama mendukung dan menyukseskan pelakasaan Nyepi,” tuturnya.

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).

Baca Juga:Dibina Abuya Muhtadi, 16 Pengikut Aliran Sesat Hakekot Balaka Suta TobatProtes Pandemi, Aktris Prancis Kenakan Kostum Keledai Bernoda Darah Lalu Bugil di Ajang Penghargaan Film

Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia. (*)

0 Komentar