Polemik Surat Edaran Pelaksanaan UMK Jabar 2020, Ridwan Kamil Angkat Bicara

Polemik Surat Edaran Pelaksanaan UMK Jabar 2020, Ridwan Kamil Angkat Bicara
0 Komentar

“Kalau saya tetapkan menjadi Surat Keputusan maka tidak ada alasan perusahaan [membayar] di bawah UMK walaupun tidak mampu. Ada namanya penangguhan, tapi tetap dibayar, yang tadinya bayar di depan menjadi di belakang.”

“Jadi, tidak ada ruang bagi [industri] tidak mampu. Dengan surat edaran, maka dalam kalimat hukumnya menyetui yang direkomendasikan bupati atau wali kota bagi [industri] yang mampu,” ucap Ridwan.

Ridwan mengembalikan masalah UMK ini kepada pemerintah pusat sebab sebagai gubernur, Ridwan mengaku hanya menjalankan keputusan dari pemerintah pusat.

Baca Juga:Mengurai Jalur Rawan Dana Desa12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICW

Ridwan menambahkan, SE yang diterbitkannya ditujukan untuk industri padat karya yang berat membayar UMK. Ia memastikan pemerintah daerah akan melakukan pengawasan.

“Yang bukan padat karya tapi mengaka-ngaku tidak bisa nanti kita lakukan tindakan hukum, kita ada pengawasan,” katanya.

Diketahui, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyetujui Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 561/75 Yanbangsos tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2020 yang ditetapkan pada 21 November 2019.

Dalam UMK Jabar 2020, UMK Karawang menjadi yang terbesar, Rp 4.594.324,54. Sementara daerah dengan UMK terkecil yaitu Banjar, Rp 1.831.884,83.

Besaran UMK Jabar 2020 secara keseluruhan naik 8,51 persen, disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Hal itu sesuai dengan rekomendasi bupati/wali kota di 27 daerah kepada Ridwan Kamil.

1. Kabupaten Karawang Rp 4.594.324,542. Kota Bekasi Rp 4.589.708,903. Kabupaten Bekasi Rp 4.49.8961,514. Kota Depok Rp 4.202.105,875. Kota Bogor Rp 4.169.806,586. Kabupaten Bogor Rp 4.083.670,007. Kabupaten Purwakarta Rp4.039.067,668. Kota Bandung Rp 3.623.778,919. Kabupaten Bandung Barat Rp 3.145.427,7910. Kabupaten Sumedang Rp 3.139.275,3711. Kabupaten Bandung Rp 3.139.275,3712. Kota Cimahi Rp 3.139.274,7413. Kabupaten Sukabumi Rp 3.028.531,7114. Kabupaten Subang Rp 2.965.468,0015. Kabupaten Cianjur Rp 2.534.798,9916. Kota Sukabumi Rp 2.530.182,6317. Kabupaten Indramayu Rp 2.297.931,1118. Kota Tasikmalaya Rp 2.264.093,2819. Kabupaten Tasikmalaya Rp 2.251.787,9220. Kota Cirebon Rp 2.219.487,6721. Kabupaten Cirebon Rp 2.196.416,0922. Kabupaten Garut Rp 1.961.085,7023. Kabupaten Majalengka Rp 1.944.166,3624. Kabupaten Kuningan Rp 1.882.642,3625. Kabupaten Ciamis Rp 1.880.654,5426. Kabupaten Pangandaran Rp 1.860.591,3327. Kota Banjar Rp 1.831.884,83

Sesuai surat edaran, UMK Jabar 2020 dilaksanakan dengan 8 ketentuan

  1. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyetujui Rekomendasi besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020 yang diusulkan Bupati/Wali Kota sebagaimana tercantum dalam Lampiran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran.
  2. Pekerja yang sudah memperoleh upah lebih tinggi daripada UMK atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) atau Upah Minimum Khusus Tahun 2019 tidak boleh berkurang upahnya.
  3. Upah bagi Pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun, ditentukan berdasarkan hasil perundingan atau kesepakatan antara Perusahaan dengan Pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
  4. Ketentuan upah bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada angka 2 juga berlaku untuk pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)dan/atau bentuk-bentuk hubungan kerja lainnya yang menunjukkan pekerja telah bekerja lebih dari 1 (satu) tahun di perusahaan yang sama, atau memiliki pengalaman kerja lebih dari 1 (satu) tahun pada bidang yang sama meskipun di perusahaan yang berbeda, yang dibuktikan dengan surat pengalaman kerja.
  5. Perusahaan wajib menyusun dan melaksanakan Struktur dan Skala Upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi serta wajib diberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh, dan melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Daerah Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.
  6. Mendorong setiap perusahaan untuk melaksanakan perundingan bipartit untuk menetapkan upah dan besaran kenaikannya serta dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Daerah Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.
  7. Pekerja, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan masing-masing perusahaan mengoptimalkan perundingan upah yang berkeadilan serta ditujukan untuk kesejahteraan pekerja, dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan dan kelangsungan usaha.
  8. Bagi Perusahaan yang sudah memiliki maupun belum memiliki Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan telah memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, segera didorong untuk membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan mengaktifkan peran lembaga tersebut dalam perundingan upah.
0 Komentar