Willem Oltmans (tengah) dan Presiden Sukarno. (Mijn Vriend Sukarno).
Pada suatu hari, Oltmans ditelepon Kolonel Sutikno yang menyampaikan Mayjen TNI S. Parman, Asisten I (Intelijen) Menteri/Panglima Angkatan Darat, ingin berbicara dengannya. Oltmans bertemu Parman di kamar 1040 Hotel Hilton di Madison Avenue, New York, pada 18 Oktober 1964.
“Pada akhirnya, perbincangan kami menyinggung orang CIA bernama Werner Verrips,” kata Oltmans.
Parman membenarkan apa yang dikatakan Verrips kepada Oltmans bahwa mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Bahkan, mereka sempat bertemu di London saat Parman menjabat Atase Militer Indonesia di Inggris.
Baca Juga:Lambang Ini Selalu Bikin TegangPalu Arit, Lambang Keramat Soviet
Verrips juga mengaku kepada Oltmans sebagai teman Letjen TNI Achmad Yani. Namun, Parman membatahnya, “dia pembual. Dia sama sekali tidak mengenal Yani.” Verrips juga membual bahwa “dia akan berkata, bila Anda mau bertemu Pangeran Bernhard, saya bisa mengaturnya dalam waktu lima menit.”
Parman meminta bantuan Oltmans untuk dapat bertemu Verrips. Dengan menggunakan telepon hotel, Oltmans menelepon rumah Verrips di Huister ter Heide, Utrecht, Belanda. Istrinya, Anneke, memberikan nomor tempat Verrips dapat dihubungi. Segera Parman dan Verrips mengobrol lewat telepon. “Tak lama lagi mereka akan bertemu di Belanda, atau mungkin di London,” kata Oltmans.
Kiri-kanan: Mayjen TNI S. Parman, Letjen TNI Achmad Yani, dan Mayjen TNI Ibrahim Adjie. (Repro Ahmad Yani Tumbal Revolusi).
Namun, beberapa hari kemudian, Oltmans menerima telepon penting dari Verrips di apartemennya di Long Island, New York, pada tengah malam. Verrips yang ketakutan mengatakan, “Mereka mengejar saya, saya akan dibunuh.”
Oltmans tercengang. Dia mengira telah mempertemukan dua teman lama. Ketika kembali ke Belanda untuk liburan Natal pada 6 Desember 1964, Oltmans mendengar berita kematian Verrips yang tewas dalam kecelakaan mobil.
“Saya baru tahu bertahun-tahun kemudian bahwa cara melenyapkan agen yang tidak disukai dengan kecelakaan mobil merupakan hal yang biasa dilakukan dalam kedinasrahasiaan,” kata Oltmans.
Oltmans mengunjungi istrinya, Anneke, yang memberondong dengan sejumlah pertanyaan: Apa yang dikatakan Parman di New York mengenai suaminya? Mengapa tiba-tiba dia ingin bertemu dengan suaminya? Anneke melihat adanya hubungan langsung antara keinginan Parman bertemu dengan suaminya dan kematiannya yang mendadak.