Ya sudah. Saya ke rumah sakit saja. Sekalian ingin tahu ruang gawat daruratnya. Di malam hari.
Di loket, saya mendaftar. Hanya perlu nama dan tanggal lahir. Tidak ada pertanyaan lain apa pun.
“Nanti akan dipanggil. Bisa duduk di sana,” ujar petugas loket.
Tempat duduknya hampir penuh. Yang menunggu banyak sekali. Sekitar 40 orang.
Ada yang hamil. Ada yang berjalan pincang – -masih dalam pakaian balap sepeda. Ada yang sambil memegang rahang –sakit gigi beneran.
Baca Juga:Pepsi Hengkang dari Indonesia?Redupnya Buzzer Pro-Jokowi di Pembantaian Wamena
Giliran saya pun tiba. Setelah antre sekitar 20 menit. Seorang dokter wanita melayani saya. Dia bertanya: saya punya keluhan apa.
Saya ceritakan soal kehilangan obat itu. Nama-nama obatnya. Kegunaannya. Dosisnya.
“Kami tidak menyediakan obat seperti itu,” ujar dokter.
“Satuuuuu saja. Yang ini,” pinta saya –sambil menunjuk nama obat urutan pertama. Dengan gaya hampir seperti Via Vallen. “Saya harus minum itu malam ini,” kata saya sambil mengusap mata.
“Kalau ada akan saya berikan. Tapi tidak tersedia,” katanyi.
Sang dokter lantas menarik laci mejanya. Mengambil selembar kertas kecil. Isinya: daftar nomor telepon yang harus saya hubungi.
Malam itu saya hanya bisa bikin janji. Untuk bertemu dokter keesokan harinya.
Ya sudah. Tawakal saja.
Saya pun bikin janji lewat telepon. Saya diberi jadwal keesokan harinya. Pukul 9 pagi.
Proses itu persis sama dengan yang pernah saya alami saat kehilangan obat di Amerika.
Kadang saya bangga dengan Indonesia. Yang sistemnya lebih fleksibel. Alias abu-abu.
Baca Juga:Blak-blakan, Pengakuan Ahmad Muzani Soal Komunikasi Prabowo dan MegawatiIsu Barter Perkara di Balik Foto Novel-Anies Baswedan, Ini Klarifikasi KPK
Tepat 48 jam kemudian saya menerima email dari National Express. Isinya: sebuah saran. Agar saya ke dokter. Untuk minta obat pengganti. Sebelum barang saya ditemukan.
Ya sudah. Saya sudah ke dokter kan?
Saya tentu prihatin dengan yang dialami Iis Dahlia. Tapi saya kurang percaya kalau uangnyi itu hilang di kamar hotel. Apalagi disebutkan: sudah ditaruh di dalam kotak pengaman.
Saya juga kurang setuju soal kemungkinan ini: yang mengambil adalah yang bertugas membersihkan kamar.
Kalau ada orang yang bisa membuka kotak pengaman, berarti dia ahli kunci rahasia. Juga ahli kode-kode kombinasi.