Sejak pengumuman pada Minggu (6/10) malam, Trump dan berbagai lembaga pemerintah AS telah mengirimkan sinyal yang saling bertentangan. Senin (7/10) pagi, Trump menekankan keputusannya untuk menarik pasukan AS dari perbatasan, mengakui peran Kurdi dalam perang melawan ISIS, tetapi mengatakan bahwa mereka “dibayar sejumlah besar uang dan peralatan untuk melakukannya.”
Namun kemudian pada Selasa (8/10), ia tampak melunakkan pendiriannya, menulis di twitternya, “Kami mungkin sedang dalam proses meninggalkan Suriah, tetapi kami sama sekali tidak meninggalkan Kurdi, yang merupakan orang-orang istimewa dan pejuang yang hebat.”
Namun, ia juga memuji Turki, yang telah berulang kali mengancam akan memusnahkan Kurdi, sebagai “mitra dagang besar” dan “anggota penting di NATO”.
Baca Juga:FPI Masuk Wamena Mengibarkan Bendera Merah Putih dan Posko Jihad Wamena, Ini FaktanyaPelantikan Jokowi Tetap 20 Oktober, Cuma Mundur Beberapa Jam
Saker mengatakan, dia percaya bahwa Departemen Luar Negeri dan Kongres AS menentang invasi Turki ke timur laut Suriah. Memang, anggota parlemen dari kedua partai telah secara terbuka mengkritik keputusan Trump dan berjanji untuk menjatuhkan sanksi pada Turki jika Ankara menyerang Kurdi.
Senator Republik Lindsey Graham—yang biasanya salah satu pendukung paling vokal presiden—mengatakan bahwa langkah itu adalah “kemenangan besar bagi Iran dan Assad, kemenangan besar bagi ISIS,” dan berjanji untuk melakukan segala upaya untuk memberi sanksi kepada Turki “jika mereka melangkahkan satu kaki di timur laut Suriah.”
Turki telah lama menolak dukungan AS untuk SDF, yang bertanggung jawab untuk membebaskan Suriah timur laut dari ISIS dan saat ini menjaga ribuan pejuang kelompok militan di penjara-penjara di seluruh negeri. SDF sebagian besar adalah kelompok pejuang Kurdi yang dipandang Ankara sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melancarkan pemberontakan tiga dekade di Turki.
Sekarang di saat pasukan AS tidak lagi menghalangi operasi Turki, SDC khawatir Ankara akan meluncurkan kampanye berdarah untuk memusnahkan populasi Kurdi di Suriah timur laut, seperti yang terjadi tahun lalu ketika Turki menyerang kota Afrin di barat laut.
Erdogan juga telah mengusulkan pemukiman kembali jutaan pengungsi Suriah, termasuk yang berasal dari komunitas Arab, di daerah perbatasan timur laut—sebuah langkah yang dikhawatirkan para ahli dapat merusak keseimbangan etnis di wilayah historis Kurdi.