JAKARTA-Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menilai pengangkatan 12 wakil menteri (wamen) di awal masa kerja Kabinet Indonesia Maju menyalahi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Terutama, katanya, Pasal 10.
“Pasal 10 UU Kementerian Negara menyebutkan pengangkatan wakil menteri sifatnya fakultatif, yaitu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus,” kata Bayu di kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Sabtu (26/10/2019) siang, seperti dikutip dari Antara.
Apakah suatu kementerian membutuhkan wakil menteri, tentu saja, baru dapat dilihat dan disimpulkan ketika roda organisasi telah berjalan sekian lama, bukan pada awal masa kerja seperti sekarang.
Baca Juga:Tetap Lanjutkan Pengembangan, KPK Punya Salinan Buku MerahBilbao Tersisih, Atletico Samakan Poin dengan Barca
“Apabila hasil evaluasi presiden diketahui bahwa beban kerja menteri tertentu dalam rangka mencapai target yang ditetapkan oleh presiden ternyata sudah berlebihan, maka baru perlu didukung wakil menteri,” katanya.
Selain menyalahi aturan, Bayu juga mengatakan pengangkatan wamen tak lebih politik bagi-bagi kekuasaan ketimbang memperkuat kinerja pemerintahan. Faktanya wamen mayoritas berstatus kader partai dan relawan, padahal dalam aturan wamen semestinya kalangan profesional.
Kebijakan ini juga “merupakan bentuk inkonsistensi atas janji pemerintahan yang sederhana, ramping, namun kaya fungsi dan bekerja cepat,” kata Bayu.
Ini tak selaras dengan pidato pelantikan pada 20 Oktober 2019. Saat itu Jokowi mengatakan perlu ada penyederhanaan birokrasi besar-besaran. Jokowi menyatakan eselonisasi harus disederhanakan dari empat menjadi dua. Sebagai pembanding, dalam Kabinet Indonesia Kerja (2014-2019), Jokowi-Jusuf Kalla hanya menunjuk tiga orang sebagai wakil menteri. Mereka adalah Arcandra Tahar (Wamen ESDM), Mardiasmo (Wamen Keuangan), dan Abdurrahman Mohammad Fachir (Wamen Luar Negeri).
“Pengangkatan wamen secara besar-besaran juga menyimpan bom waktu mengingat keberadaan wamen tidak selalu akan berkorelasi dengan peningkatan kinerja suatu kementerian, justru berpotensi menimbulkan matahari kembar, apalagi jika menteri dan wamennya berasal dari parpol yang berbeda,” katanya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan jumlah wakil menteri yang bengkak karena kabinet saat ini diberi target berkembang dengan kekuatan penuh. “Kalau orang mau maju, high speed, kan, memang perlu ada backup, sehingga nanti capaian yang diharapkan mungkin bisa lebih cepat,” kata Moeldoko di Jakarta, Jumat (25/10/2019). (*)