Nadiem juga menambahkan pentingnya penyederhanaan kurikulum maupun assestment. “Dan dari situ harus ada penyederhanaan, dari sisi kurikulum maupun assestment, akan beralih kepada sifatnya yang lebih kompetensi,”
Namun, jika UN resmi dihapuskan maka Kemendikbud harus mencari alternatif untuk mengevaluasi proses belajar. Sementara ini, Kemendikbud tengah mengkaji model tes assessment kompetensi murid sebagai bentuk evaluasi proses belajar.
“Bentuknya tetap tes. Tapi tidak lagi berbasis mata pelajaran,” kata Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Doni Koesoema.
Baca Juga:Mengenal Granat Asap yang Meledak di Kawasan MonasGanja 80 Kg Disita Polisi dari 4 Pengedar
Menurut Doni, assessment kompetensi diperlukan untuk melihat perkembangan belajar. Untuk jenjang sekolah dasar, misalnya, assessment bertujuan memetakan seberapa banyak siswa yang belum bisa baca-tulis.
“Misalnya, kita tahu kelas III dan IV SD itu sangat krusial. Sebab, masih ada anak kelas IV SD tak bisa baca-tulis. Jadi, untuk kelas III atau IV, pemerintah perlu melakukan evaluasi secara nasional,” tuturnya.
Untuk di tingkat sekolah menengah, lanjut Doni, asesmen dilakukan dengan menguji kemampuan logika dan berpikir kritis. Tes ini pun tak harus dilakukan serentak.
“Sekolah wajib dalam satu tahun pembelajaran setidaknya melakukan satu kali aksi. Bisa di Jawa Timur dulu atau di Jawa Tengah dulu. Pokoknya, tiap sekolah dalam satu tahun bisa melakukan asesmen untuk siswa,” jelasnya.
Doni menilai, asesmen berbasis literasi dan kemampuan berpikir ini bakal lebih efektif untuk memperbaiki mutu pendidikan ketimbang melalui ujian nasional pada tiap akhir masa studi.
“Ujiannya dilakukan di tengah, sehingga input-nya bisa digunakan untuk perbaikan. Kalau UN, ujian dilakukan pada akhir masa sekolah, ya enggak berguna karena siswanya sudah lulus,” imbuhnya. (fin)