JAKARTA-Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyerahkan hasil laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Pelindo II kepada Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat rapat Komisi VI DPR RI pada Senin (2/12/2019).
Dalam audit investigatif BPK tentang Pelindo II tersebut tercantum pelanggaran Undang-Undang dan indikasi kerugian negara kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja kepada Hutchison, kasus pembangunan pelabuhan New Kalibaru (NPCT-1) dan kasus Global Bond Pelindo II.
“Kerugian negara kasus kontrak JICT kepada Hutchison mencapai Rp 4,08 trilyun. Sementara kasus kontrak Koja mencapai Rp1,86 trilyun dan dilakukan tanpa valuasi. Selain itu kasus pembangunan New Kalibaru tahap 1 (NPCT-1) kerugian negaranya mencapai Ro 1 trilyun dengan potensi gagal konstruksi dan kerugian total loss Rp 7 trilyun. Terakhir kasus Global Bond Pelindo II kerugian negara mencapai Rp 741 milyar. Sehingga total kerugian negara dalam kasus Pelindo II mencapai Rp 15 triliun,” ujar Rieke.
Baca Juga:PNS di 7 Instansi Ini akan Menikmati Libur Jumat hingga Minggu, Uji Coba Januari 2020Tumpang Bawang
Terkait kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja, menurutnya, hal tersebut bukan semata permasalahan soal anti asing.
“Ini bukan masalah anti asing atau artinya kerja sama dengan hutchison sama sekali dihilangkan. Bisa saja kita melakukan kerja sama investasi di tempat lain yang belum eksisting (dengan Hutchison) karena jika JICT bisa dikelola anak bangsa sendiri kenapa tidak (kita kelola). Saya yakin Pak Erick Thohir bisa memperjuangkan JICT-Koja kembali ke Indonesia 100%,” ujar Rieke.
Menurut Rieke, ada benchmarking bagus di Surabaya saat pemerintah berhasil menyelamatkan TPS Surabaya 100 persen kembali ke Indonesia dari Dubai tahun 2019 ini.
“Harusnya bulan Maret tahun ini kontrak Hutchison di JICT-Koja habis sehingga pelabuhan ini mampu dikelola anak bangsa sendiri. Hal ini sejalan dengan bunyi kontrak pertama JICT tahun 1999. Bahwasanya JICT-koja harus 100% milik Indonesia,” ujar Rieke.
Rieke juga menyinggung pihak-pihak yang masih terus berupaya melanjutkan kontrak JICT-Koja secara sepihak.
“Ada yang beralasan (manajemen Pelindo II dan JICT) masih belum mendapatkan audit investigatif BPK sehingga merasa bisa melanjutkan kerjasama meskipun indikasi kerugian negara sebesar itu. Jadi mohon izin kepada pimpinan saya harus menyerahkan agar bisa dilanjutkan kepada BUMN terkait (Pelindo II) hasil audit investigatif resmi BPK dan tolong disampaikan ke pelindo II agar tidak lagi ada alasan belum menerima audit,” ujar Rieke.