Gagal Bayar dan Dugaan Megakorupsi Jiwasraya, Ini Kronologi Versi Kementerian BUMN

Gagal Bayar dan Dugaan Megakorupsi Jiwasraya, Ini Kronologi Versi Kementerian BUMN
Suasana Kantor PT Asuransi Jiwasraya pusat di Jalan IR.H.Juanda No.34 Jakarta Pusat terlihat Landai. FOTO: FASIAL R SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK.
0 Komentar

JAKARTA-Kementerian BUMN membongkar kronologi gagal bayar dan dugaan mega korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006. Hal itu dipaparkan dalam informasi kronologi yang disebarkan kepada media, Kamis (26/12).

“Permasalahan likuiditas PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejatinya sudah terjadi sejak 2006 silam. Banyak pihak mulai ‘buang badan’ menyelamatkan diri,” ujar Kementerian BUMN dalam informasi tersebut, dikutip Kamis (26/12).

Ihwal persoalan dimulai pada Desember 2006, saat ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.

Baca Juga:Rebut Senjata, Melawan dan Coba Kabur, Bandar Inex Didor PolisiKY Rekomendasikan Sanksi untuk 130 Hakim, Rohadi: Ifa Sudewi dan Karel Tuppu Tidak Diproses

Setelah itu, pada April 2008, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan laporan audit terhadap Jiwasraya untuk laporan keuangan 2006 dan 2007 dengan pendapat disclaimer.

“Akuntansi Jiwasraya tidak dapat diandalkan untuk mendukung kewajiban manfaat polis (cadangan) dan penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya,” tulis Kementerian BUMN.

Pada Juli 2008, Menteri BUMN Sofyan Djalil meminta bantuan likuiditas ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebesar Rp6 triliun. Alternatifnya ada dua, yaitu pinjaman subordinasi dan tambahan modal berupa 100 persen zero coupond bond.

Pada Desember 2008, keuangan perusahaan tercatat negatif Rp5,7 triliun.

Namun, pada Juli 2009, Sri Mulyani menolak pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) ke Jiwasraya karena harus lebih dulu dilakukan audit oleh auditor independen. Kala itu, defisit ekuitas perusahaan telah mencapai Rp6,3 triliun.

Selanjutnya, November 2009, Padma Radya Aktuaria dan Kantor Akuntan Publik RSM Aryanto Amir Jusuf Associates menemukan kekurangan premi Jiwasraya.

Selang sebulan, ekuitas Jiwasraya surplus Rp800 miliar setelah menerapkan kebijakan reasuransi dan revaluasi aset. Kendati demikian, angka ini bersifat semu dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Pada Januari 2010, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta meminta direksi Jiwasraya meningkatkan kualitas dan keterbukaan terkait manfaat polis masa depan kepada tertanggung. Direksi juga diminta menyempurnakan teknologi informasi.

Baca Juga:Soal Janji Kredit Murah Rp 1,5 triliun, Ini Tanggapan Sri MulyaniJanji Sri Mulyani Berikan Kredit Murah Rp 1,5 triliun, PBNU: Satu Peser pun Belum Terlaksana

Di bulan yang sama, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Fuad Rahmany mengatakan berdasarkan hasil kajian pihak independen terdapat beberapa catatan/tanggapan terhadap kondisi keuangan Jiwasraya yang jika diberikan PMN akan berdampak pada kelayakan dari rencana penyehatan Jiwasraya.

Direksi perseroan kembali mengusulkan reasuransi dan revaluasi aset pada April 2010. Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.

0 Komentar