Pada akhir tenggelamnya kekuasaan Pajajaran dimana pada naskah babad diceritakan terhadap sejumlah “Ratu Rujuh” diantaranya Cirebon Hilir, Cirebon Girang, Cirebon Tengah, Mataram, Solo, Mekah, Kandangwesi yang dimotori Prabu Borosngora atau di Kandangwesi dikenal dengan nama Iwung Bitung dan Haur Cengkup melakukan pertemuan yang digelar di Batu Tujuh sebuah tempat hutan belantara yang menjorok kearah laut (tanjung) sebelah selatan. Dalam isi “Babad Kandangwesi” maupun makna silokanya pertemuan itu bertujuan membahas tentang misi ke-Sundaan dan sikap yang akan diambil termasuk dalam merahasiakan beberapa kebendaan. dan isi ketetapan itu adalah :
- Mengembalikan status wilayah Kandang Wesi sebagai Bumi Nagara Selop Pandan Negara tersebunyi tanpa kekuasaan serta sebuah wilayah yang menjadi tempat berkumpulnya para penguasa kesundaan termasuk dalam penyelamatan rahasia maupun tujuan akhir pengabdian.
- Penyamaran dengan cara mengganti nama mereka serta gelar sebagai tokoh yang pernah berkuasa.
- Menetapakan Panca Kalima sebagai tetekon hukum Kandangwesi
- Menentukan sepuluh syarat Kesatria Pawestri atau pada ramalan Kandang Wesi sebagai generasi penerus; cikal bakal kemunculan Ratu Sunda (rat nusa jawa kabeh)
Tragedi penyusutan kerajaan Pajajaran mengawali beralihnya ke masa kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Sinopati -anak angkat kesultanan Pajang (sultan hadiwijaya), yang diwaktu itu sebagai kerajaan pengganti paska terjadinya gejolak yang melumpuhkan kerajaan Demak. Besar dan berkembangnya kekuasaan Mataram dengan pesat disokong oleh kekuatan Islam yang telah menyebar kebeberapa wilayah Terlebih pengaruh kasunanan Cirebon dapat dirasakan di Jawa Barat.
Maka dalam perluasan wilayahnya sekitar Tahun 1602 sejumlah prajurit dari kesultanan Cirebon masuk ke wilayah Kadang Wesi sehingga berhasil mendirikan Padaleman Kandang Wesi dibawah kepemimpin Prabu Sembah Dalem Drava Yuda yang mengangkat dua kepatihan yaitu Santana Jiwa dan Parana Jiwa.
Baca Juga:Heboh, Beredar Raja Kandang Wesi di GarutSiaga, Virus Corona Diduga Sudah Sampai di Singapura
Selama kepemimpinannya Drava Yuda banyak dibantu oleh syekh yang lebih dulu menetap sebagai pandita pertapa yang memiliki julukan Sembah Dalem Sireupeun.
Kepemimpinan Drava Yuda memerintah selama 50 Tahun (1603-1650) yang kemudian kadipaten Kandang Wesi dilanjutkan oleh Hyang Jatuna bermula dari konflik perlawanan Mataram ke Batavia, maka terjadi perpindahan pengiriman upeti yang semula ke Cirebon menjadi ke Sukapura dengan maksud untuk memudahkan jalur pengiriman dan dari kesetiaannya, maka tertoreh dua kali Kandang Wesi mendapatkan piagam berupa “Goong” yang dikenal sebagai Goong Bojoeng.