Ditengah situasi tersebut ditambah mulai masuknya para saudagar Belanda yang melirik pembangunan perkebunan di Kandangwesi melumpuhkan pengaruh mataram kebeberapa sektor hingga terputusnya jalur pengiriman upeti ke Sukapura.
Berdasarkan sumber lain, dikatakan pada 24 September 1665 atau bisa juga dimaksudkan sebagai tindak lanjut dari misi terdahulu Prabu Borosngora, maka terulangnya sebuah pertemuan besar yang kali ini diselenggarakan oleh sejumlah bupati di sekitar Cianjur, Sukabumi dan Garut, mereka mengadakan musyawarah di Gunung Rompang (bagian dari pegunungan Bengbreng), Desa Loji, perbatasan antara Ciemas dan Palabuhanratu. Sejumlah dalem menyempatkan hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Sang Hyang Panaitan (Adipati Sukawayana), Adipati Lumaju Gede Nyilih dari Cimapag, Dalem Nalama-ta dari Cipaminglds, Dipati Jayaloka dari Cidamar, Hyang Jatuna dari Kandangwesi Garut, Dipati Krutuwuna dari Parakanulu, dan Hyang Manda Agung dari Kerajaan Sancang. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, yaitu mengangkat Dalem Cikundul/ Aria Wiratanu I sebagai pemimpin dengan gelar Raja Gagang (Raja Pegunungan).
Catatan mengenai Raja Gagang ini tercantum dalam buku De Priangan jilid dua dari Degregister Belanda tertanggal 14 September 1666 Masehi. “Dalam buku itu diterangkan bahwa Raja Gagang menyerahkan surat kepada Sersan Scipio, serdadu Belanda yang tengah melakukan pengukuran terhadap daerah bekas Kerajaan Pajajaran.
Baca Juga:Heboh, Beredar Raja Kandang Wesi di GarutSiaga, Virus Corona Diduga Sudah Sampai di Singapura
Isi suratnya menyatakan bahwa kerajaan pegunungan (Raja Gagang) tidak tunduk kepada siapa pun, Sisi lain sikap antinya itu yang ditunjukan melalui gerakan persekutuan secara gerilyawan telah menarik simpati sejumlah penguasa yang beberapa diantara kekuasaannya sudah melemah. setelah peristiwa itu, kiprah Raja Gagang tidak terdengar lagi. Akan tetapi, baginya, hal itu merupakan bukti sikap anti dan perlawanan terhadap penjajah.
Akhirnya berdasarkan perjanjian VOC dengan Mataram tanggal 5 Oktober 1705, maka seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten jatuh ke tangan Kompeni. Untuk mengawasi dan memimpin bupati-bupati Priangan ini, maka pada tahun 1706 Gubernur Jenderal VOC Joan van Hoorn (1704-1709) mengangkat Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) sebagai opzigter atau Pemangku Wilayah Priangan. (berbagai sumber)