Katanya, makam Tan Tjin Kie ukurannya sangat besar.
Panjangnya kurang lebih 50 meter. Lebarnya 30 meter. Peristirahatan orang
terkaya di Cirebon di zamannya, hanya menyisakan sedikit jejak saja. Tertindih
bangunan rumah penduduk.
KHOIRUL ANWARUDIN,
Harjamukti
TEPAT 101 tahun
lalu, pada 13 Februuari Mayor Tan Tjin Kie wafat. Pengusaha Tionghoa Cirebon
terkaya di zamannya. Juga seorang filantropis yang tidak pernah hitung-hitung
dalam mendermakan hartanya.
Tan Tjin Kie wafat di usia 66 tahun. Berdasarkan memoar yang
dibuat anaknya, Tan Gin Hio, upacara pemakamannya baru digelar pada Rabu 2
April 1919. Selama 1,5 bulan itu keluarga mempersiapkan upacara penghormatan
terakhir nan akbar untuk sang mayor.
Baca Juga:Optimalkan Kolam Renang Catherine SuryaWalikota Bisa Gunakan Diskresi, Satu Tahun sebelum Pensiun Bisa Diangkat Sekda
Biaya upacaranya mencapai ƒ70.000 yang nilainya sepadan
dengan emas sekitar 10 kilogram—sekitar Rp5 miliar bila diukur dengan nilai
uang sekarang.
Namun demikian, kenangan akan sosok sang mayor hanya bersisa
material makamnya saja. Tepatnya di RT 07 RW 03, Kelurahan Kecapi, Kecamatan
Harjamukti. Sebuah bongkahan batu dengan ornamen bunga Mei Hua khas Tiongkok ditengarai
merupakan bagian dari dinding makamnya.
Warga sekitar mengakui di kawasan tersebut terdapat sebuah
bong/makam besar seorang Tiong Hoa. Tapi mereka tidak mengetahui siapa yang
dimakamkan di situ.
“Tahun 1990 kuburanya masih ada. Masih banyak juga
orang Tiong hoa yang datang. Tapi setelah itu, sudah jarang dan tidak
dikunjungi lagi. Sampai akhirnya sudah tertutup pemukiman seperti
sekarang,” ujar Watini (45), warga setempat, kepada Radar Cirebon.
Entin, panggilan dekatnya mengaku, banyak orang orang yang
kemudian berdatangan ke bekas makam Tan Tjin Kie. Ada beberapa yang
mengatasnamakan keluarga Tan Tjin Kie, adapula yang mengatasnamakan dari dinas
kebudayaan. Dari masyarakat Tiong Hoa juga pernah datang dan melakukan
sembahyang di bekas lokasi tersebut.
Namun menurutnya, yang masih nampak tersisa hanyalah bongkah
batu bekas dinding makamnya saja. Dan itupun kini telah tercecer menjadi
pijakan kaki gorong-gorong. Sementara kuburanya kini telah tertutup oleh
keramik rumah salah satu rumah warga.
“Kuburanya nggak
dibongkar. Masih utuh di bawah rumah warga. Kalau yang lain lainya nggak tahu pada kemana. Tapi nisannya