Namun menurut The Eyes of Darkness, thriller fiksi yang lazim punya dramatisasi ekstrem, virus Wuhan-400 disebut lebih mematikan dari virus ebola. Masa inkubasi di tubuh manusia hanya empat jam dan dipastikan angka kematian para penderitanya 100 persen. Gejala virus Wuhan-400 biasanya memangsa jaringan otak yang melumpuhkan fungsi organ tubuh.
Mula Senjata BiologisSenjata biologis adalah senjata yang dipakai satu pihak untuk meracuni tubuh pasukan lawan menggunakan bisa serangga, racun jamur, tanaman beracun, bakteri, hingga virus agar dapat dikalahkan. Ia termasuk senjata pemusnah massal.
Mengutip Albert J. Mauroni dalam Chemical and Biological Warfare: A Reference Handbook, sepanjang sejarah, penggunaan senjata biologis terbagi pada dua periode. Pertama, periode sebelum abad ke-20, metode lazimnya adalah meracuni makanan dan air dengan racun biologis atau bakteri dari hewan dan tanaman busuk. Kedua, periode abad ke-20. Seiring perkembangan teknologi, agen-agen biologisnya sudah berupa bakteri (anthrax, brucella, tularemia), virus (cacar, virus hemoragis), serta racun (botulium, ricin, dll).
Baca Juga:Jubir Penanganan Virus Corona Sebut Orang yang Kontak Langsung dengan Pasien Positif Corona DitemukanDaerah yang Berpotensi Hujan Dengan Intensitas Tinggi
Meski penggunaan senjata biologis kemungkinan telah dilakukan jauh sebelumnya, penggunaannya dalam peperangan sudah terjadi pada Perang Troya (1260-1180 SM).
Epos Iliad dan Odyssey karya Homer pada abad ke-8 SM mendeskripsikan pasukan Yunani yang dipimpin Raja Sparta Menelaus menggunakan anak panah dan tombak yang dilumuri bisa ular. Dampaknya, musuh yang termangsa bakal mengeluarkan darah yang menghitam.
“Detail-detail dalam karya Homer itu menjadi penanda awal penggunaan racun dari ular berbisa. Dalam Odyssey, Homer menggambarkan pahlawan Yunani Odysseus juga menggunakan ekstrak tanaman beracun untuk anak panahnya. Menurut legenda kuno, sayangnya Odysseus sendiri terbunuh oleh senjata beracun –tombak yang dilumuri racun dari ikan pari, spesies yang banyak ditemukan di Mediterania,” ungkap Philip Wexler dalam History of Toxicology and Enviromental Health: Toxicology in Antiquity II.
Namun, bukti tertulis itu masih berbalut mitos. Catatan pertama non-mitos baru muncul pada abad keenam SM, tepatnya pada Perang Cirraean (595-585 SM) atau pengepungan kota Cirrha oleh pasukan Yunani dari koalisi Amphictyonic League. Mereka menggunakan ekstrak racun dari tanaman helleborus untuk meracuni persediaan air kota Cirrha hingga kota itu akhirnya dihancurkan.