Rasa ayem tentrem bisa diwujudkan dengan lara lapa tapa brata. Upacara Sarada yang menjadi tradisi Prabu Hayamwuruk terus dilestarikan. Sabdo Palon dan Noyo Genggong memimpin upacara Sarada di Kabupaten Lumajang untuk mencegah pageblug yang melanda kawasan Gunung Semeru dan Gunung Bromo.
“Demi keselarasan alam, laku spiritual tolak balak juga bertempat di Alas Purwo Blambangan. Masyarakat sekitar gunung Ijen pun merasakan suasana aman damai. Maka saat itu, tiap tiba pisowanan agung di kerajaan Majapahit, mereka pasti caos glondhong pengareng areng, peni peni raja peni, guru bakal guru dadi, emas picic rajabrana,” ungkapnya lagi.
Kraton Majapahit memang mengalami masa jaya megah mewah. Kerajaan Majapahit tampil sebagai negeri kang gedhe obore, padhang jagade, dhuwur kukuse, adoh kuncarane, ampuh keprebawane. Hubungan diplomatik Majapahit meliputi negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan sebagian benua Eropa.
Baca Juga:Penyebab Rusuh Lapas Tuminting Manado, Narapidana Minta Dibebaskan karena Takut Terinfeksi CoronaNarapidana Rusuh, Lapas Tuminting Terbakar
Di tengah kejayaan inilah Sabdo Palon dan Noyo Genggong tiba-tiba kecewa. Pada tahun 1520 riwayat kerajaan Majapahit benar-benar tamat. Kedua penasehat Prabu Brawijaya ini nelangsa, lantas muksa. Mereka berdua bersumpah setelah 500 tahun kemudian, akan menjelma turun di bumi.
Turunnya Sabdo Palon dan Noyo Genggong diyakini terjadi pada tahun 2020, tepat 500 tahun keruntuhan kerajaan Majapahit. Sabdo Palon dan Noyo Genggong bertekad mengembalikan zaman keemasan dan kejayaan Majapahit di Nusantara, dengan demikian Sabdo Palon dan Noyo Genggong tiwikromo demi ketentraman jagad raya.
“Situasi awal tahun 2020 ini menjadi titik balik kebangkitan Nusantara, Sabdo Palon dan Noyo Genggong akan hadir untuk membantu masyarakat yang terkena pageblug mayangkara. Wabah Corona sirna, gunung meletus membawa kemakmuran,” pungkas dia. (*)