JAKARTA-Peneliti menganalisis genom virus dari lebih 7.500 orang yang terinfeksi covid-19. Mereka juga mengkarakterisasi pola keragaman genom virus SARS-CoV-2 (Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) atau covid-19. Kedua hal itu dilakukan untuk menemukan obat dan vaksin.
Ilmuwan juga mengidentifikasi hampir 200 mutasi genetik berulang pada SARS-CoV-2. Studi yang dipimpin oleh University College London (UCL) Genetics Institute itu membuka tabir bahwa virus dapat beradaptasi dan berevolusi pada inang manusia. Temuan itu diterbitkan di Jurnal Infection, Genetics, dan Evolution.
“Semua virus bermutasi secara alamiah. Mutasi itu bukanlah hal yang buruk. Dan tidak ada yang menyarankan SARS-CoV-2 bermutasi lebih cepat atau lebih lambat dari yang diharapkan. Sejauh ini kami tidak dapat mengatakan apakah SARS-CoV-2 menjadi lebih atau kurang mematikan maupun lebih atau kurang menular,” terang salah satu peneliti Francois Balloux dari UCL Genetics Institute, seperti dikutip Sciencedaily.
Baca Juga:Ilmuwan China Temukan Mutasi Langka Virus Corona SARS-CoV-2 yang Lebih MematikanAda Spesies Tumbuhan Era Jawa Kuno di Relief Candi Borobudur
Peneliti mengidentifikasi perubahan genetik kecil (mutasi) yang tidak terdistribusi merata pada seluruh genom virus. Beberapa bagian genom hanya sedikit mengalami perubahan genetik. Sedangkan bagian virus yang tidak berubah itu bisa menjadi target untuk pengembangan obat dan vaksin.
“Tantangan utama mengalahkan virus adalah vaksin atau obat mungkin tidak lagi efektif jika virus telah bermutasi. Jika kita memfokuskan upaya kita pada bagian-bagian dari virus yang cenderung tidak bermutasi, kita memiliki peluang yang lebih baik untuk mengembangkan obat yang akan efektif dalam jangka panjang,” lanjut Balloux.
“Kita perlu mengembangkan obat-obatan dan vaksin yang tidak dapat dengan mudah dihindari oleh virus,” tambahnya.
Meski sudah ditemukan sejumlah 198 mutasi, peneliti masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mutasi virus korona.
“Masih ada sedikit perbedaan genetik atau mutasi antar virus. Kami menemukan beberapa perbedaan telah terjadi beberapa kali selama pandemi, secara mandiri ataupun satu sama lain. Kita perlu terus memantau lebih banyak genom dan melakukan penelitian untuk memahami apa yang dilakukan virus itu,” tambah peneliti Lucy van Dorp yang juga dari UCL Genetics Institute.
Tim peneliti juga mengembangkan aplikasi daring interaktif yang open-source. Hal itu memungkinkan para peneliti di seluruh dunia dapat meninjau genom virus dan menerapkan pendekatan serupa untuk lebih memahami evolusinya. (*)