JAKARTA-Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba yaitu pengumuman hasil uji klinik vaksin Sinovac sekaligus pemberian izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization = EUA) kepada PT Bio Farma sebagai pengusung vaksin ini di Indonesia. Pengumuman tersebut paling tidak telah menjawab sebagian besar pertanyaan mengenai efikasi dan keamanannya.
Vaksin Sinovac yang dinyatakan memiliki efikasi 65,3 persen dinyatakan aman. Meski memiliki efek samping, tetapi ringan dan bersifat reversible. Kekhawatiran terkait antibody-dependent enhancement (ADE) seperti yang banyak disebut di beberapa media sosial dan menjadi ketakutan banyak orang tidak terjadi pada uji klinik Sinovac di Indonesia maupun di Turki dan Brazil.
“Tetapi mungkin ini menimbulkan pertanyaan juga, kenapa ya kok efikasinya lebih rendah daripada yang di Turki atau Brazil? Kok lebih rendah dari vaksin Pfizer dan Moderna yang katanya bisa mencapai 90 persen?”, ucap Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, Ketua Program Studi S3 Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi UGM menanggapi beredarnya pengumuman hasil uji vaksin dari BPOM, Selasa (12/1) di Fakultas Farmasi UGM.
Baca Juga:Perlu 2 Jam, Pengunduhan Data Black Box FDR Sriwijaya Air SJ182Evakuasi Sriwijaya Air SJ182: 2 Penumpang Teridentifikasi, Atas Nama Agus Minarni dan Indah Halimah Putri
Zullies menjelaskan vaksin dengan efikasi atau kemanjuran 65,3 persen dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 65,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo) dan itu didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol. Dia menggambarkan semisal uji klinik Sinovac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang terdapat 800 subjek yang menerima vaksin, dan 800 subjek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong).
Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi (3.25 persen), sedangkan dari kelompok placebo ada 75 orang yang kena Covid (9.4 persen) maka efikasi dari vaksin adalah = (0.094 – 0.0325)/0.094 x 100 persen= 65.3 persen. Jadi, yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak.
“Efikasi ini akan dipengaruhi dari karakteristik subjek ujinya. Jika subjek ujinya adalah kelompok risiko tinggi maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat,” jelasnya.
Misal, kata Zullies, pada kelompok vaksin ada 26 yang terinfeksi, sedangkan kelompok placebo bertambah menjadi 120 yang terinfeksi maka efikasinya meningkat menjadi 78.3 persen. Uji klinik di Brazil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga kesehatan sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil.