BERITA-SETARA Institute mengutuk keras tindakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), tadi pagi.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani menyatakan, peristiwa bom bunuh di Makassar merupakan sinyal keras bagi seluruh pihak, terutama pemerintah, agar tidak kendor dalam melaksanakan protokol penanganan ekstremisme-kekerasan. “Baik di ranah pencegahan maupun penindakan,” ujar Ismail dalam siaran pers, Minggu (28/3).
Baca: Kapolda Sulsel Duga Bom di Depan Gereja Katedral Makassar Berjenis High Explosive
Baca Juga:Teror Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar Diketahui Berada di Satu Area Polsek, Polrestabes hingga Balai KotaLedakan di Depan Gereja Katedral Makassar Terjadi Diduga Usai Belasan Terduga Teroris Diamankan Densus 88
Ekstremisme-kekerasan yang didorong stimulus ideologis, tidak akan surut hanya karena pandemi. Tidak juga karena semakin baiknya perangkat instrumental (peraturan) dan institusional (kelembagaan) penanganan ekstremisme-kekerasan oleh negara.
“Di tengah konsentrasi tinggi pemerintah dalam penanganan dampak pandemi, perhatian pada penanganan ekstremisme-kekerasan tetap tidak boleh berkurang,” imbaunya.
SETARA Institute juga mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan komprehensif dan terukur untuk memitigasi dan melakukan penegakan hukum yang presisi, sesuai dengan kerangka negara hukum untuk menjamin keselamatan seluruh warga.
Dalam rangka mitigasi dan pencegahan, belum lama ini Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden No 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE).
“Akselerasi penerapan Perpres tersebut secara komprehensif dan terukur mendesak untuk dilakukan dalam rangka mencegah berulangnya peristiwa seperti yang terjadi di Makassar hari ini,” imbuh Ismail.
Selain itu, SETARA Institute juga mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) dan elemen masyarakat sipil di daerah untuk berkontribusi signifikan bagi pencegahan ekstremisme-kekerasan dengan memupus lingkungan pemicu (enabling environment) bagi terjadinya ekstremisme.
Baca Juga:Kapolda Sulsel Duga Bom di Depan Gereja Katedral Makassar Berjenis High ExplosiveToba Diguncang Gempa Bumi Tektonik Magnitudo 5,0
Selain itu juga, dengan membangun lingkungan yang toleran dan inklusif, sehingga seluruh anak bangsa dapat hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence) di tengah perbedaan dalam kebhinekaan.
“Penerimaan atas kebhinekaan merupakan prediktor utama bagi keberhasilan penanganan ekstremisme kekerasan dan bagi penguatan kebhinekaan,” urainya.
Ismail menyebut, SETARA Institute menyampaikan simpati kepada para korban bom Makassar dan seluruh umat Kristiani di Indonesia. “Dengan harapan semoga peristiwa tersebut tidak mengurangi kekhidmatan umat Kristiani yang sedang merayakan Pekan Suci tahun 2021 yang diawali dengan Minggu Palma hari ini,” tandas Ismail. (*)