Disebutkan Puan, akibat pelarangan ekspor minyak sawit Indonesia ini terjadi gelombang kekacauan pada rantai suplai mulai dari rumah tangga, usaha makanan, restaurant hingga industri global khususnya industri turunan yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya.
“Minyak goreng hilang di supermarket dan pasar tradisional. Restaurant dan bisnis makanan mulai dari Inggris, India hingga ke Korea Selatan yang menggunakan minyak goreng tampak K.O. terkena pukulan telak dua kali yakni pandemi Covid 19 dan langkanya minyak goreng. Perusahaan-perusahaan farmasi dan sabun serta jenis perusahaan lainnya yang berbahan baku minyak sawit di China tampak mengurangi produksinya,”sebutnya.
Ditambahkan Puan, naiknya harga minyak goreng mempengaruhi kenaikan di segala sektor dan pada akhirnya menyumbang angka Inflasi global.
Baca Juga:Jelang Idul Adha, Pemerintah Diminta Bertindak Cepat Atasi PMKSoal Capres, Bagaimana Hubungan PDI P dengan NasDem?
“Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia Indonesia mempunyai potensi penguasaan sumber energi bahan bakar diluar energi fossil minyak bumi. Minyak sawit telah menjadi primadona sumber Biofuel masa depan. Oleh karena itu, kelangkaan minyak goreng yang terjadi di tanah air dan dunia harus kita anggap bukan sebagai malapetaka atau ironi negara produsen minyak goreng terbesar, akan tetapi sebagai pemanasan untuk perbaikan regulasi dan tataniaga sekaligus tatakelola dari hulu ke hilir pertanian dan industri minyak sawit sang juara dunia,”pungkasnya. (unu)