Akhir Pekan Kasus Covid-19 Tembus 300.000, Ini Kata Epidemiolog

Akhir Pekan Kasus Covid-19 Tembus 300.000, Ini Kata Epidemiolog
lustrasi pasien yang diduga terinfeksi virus "corona". ( Foto: Antara medis membawa seorang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) terduga COVID-19 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan, Sumatera Utara, Rabu (18/3/2020). Saat ini pihak rumah sakit telah mengisolasi 10 orang PDP terduga COVID-19 dan tiga orang PDP telah dinyatakan negatif/sudah dipulangkan. ANTARA FOTO/Septianda Perdana/foc.
0 Komentar

Senada dengan itu, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani menyarankan pemerintah untuk fokus meningkatkan testing, tracing, dan treatment (3T) untuk menekan penyebaran Covid-19 yang kini semakin tinggi. Dengan masifnya 3T, ia berharap positivity rate sebagaimana yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 5% bisa tercapai. Saat ini, positivity rate di Indonesia di kisaran 14%.

Laura mengatakan, testing atau pemeriksaan swab saat ini sudah lebih baik. Namun, jika tidak diimbangi dengan upaya pelacakan (tracing) yang memadai, upaya pemeriksaan akan sia-sia. Saat ini angka rasio tracing di Indonesia masih rendah, yakni sekitar 1:5, artinya setiap 1 orang pasien terkonfirmasi positif Covid-19, hanya lima orang yang dilacak. Padahal, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio tracing yang ideal adalah 1:30.

“Seharusnya dari satu kasus positif mampu menjaring sekitar tiga puluh orang dengan kontak erat untuk dilakukan pemeriksaan,” jelasnya.

Baca Juga:Donald Trump dan Istri Positif Covid-19, Pasar Saham AS AnjlokPolisi Buru Terpidana Mati Kasus Narkoba asal Tiongkok Kabur di Hutan Tenjo

Dia meminta pemerintah memperbanyak jumlah pemeriksaan dan memberikan fasilitas pemeriksaan gratis pada komunitas lebih luas di daerah yang dianggap rawan menjadi klaster penyebaran Covid-19.

“Periksaan itu harus sesuai dengan angka positifity rate di setiap daerah. Jika tinggi, maka angka pemeriksaan juga harus tinggi. Dengan demikian, jika semakin banyak hasil negatif yang didapatkan, maka positifity rate-nya pun akan turun. Sebaliknya, jika hanya melakukan tes kepada orang yang memiliki kedekatan langsung pada pasien, maka kemungkinan besar hasilnya positif. Hal ini menyebabkan angka positifity rate semakin tinggi,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga menilai bahwa faktor tingginya kasus disebabkan oleh pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang semakin longgar. Menurutnya, kebijakan ini memberikan intervensi yang kurang maskimal, dan berisiko besar dalam peningkatan klaster penularan. Terlebih, apabila pemerintah daerah tidak melakukan monitoring terhadap pemberlakuan protokol kesehatan di tempat yang mengundang aktivitas kerumunan.

Laura pun menambahkan, sangat tidak adil jika semua persoalan terkait penanganan Covid-19 hanya dibebankan kepada pemerintah. Dia mendorong masyarakat untuk sadar dengan kondisi kasus yang ada di Indonesia yang kian hari semakin tinggi dalam beberapa terakhir. Diharapkan, masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan misalnya memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. (*)

0 Komentar