Balita Korban Gigitan Ular Berbisa Ditangani Dokter WHO, Ingatkan Salah Penanganan

BALITA-KOMA-DIGIGIT-ULAR-BERBISA
Seorang balita asal Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, mengalami koma akibat gigitan ular berbisa. Saat ini pasien masih menjalani perawatan di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSD Gunung Jati Cirebon. Foto: Istimewa
0 Komentar

UNTUK menangani balita A, asal Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, yang digigit ular berbisa, pihak RSD Gunung Jati dan Dinkes Kabupaten Cirebon mendatangkan ahli bisa ular dari WHO yang bertugas di Kemenkes Dr dr Tri Maharani MSi SpEM.

Selain melihat pasien sekaligus mengunjungi rumah korban di Kecamatan Mundu, dia juga mengisi pembekalan kepada para dokter puskesmas yang ada di Kabupaten Cirebon. Bagaimana prosedur penanganan korban digigit ular. Kegiatan itu dipusatkan di Puskesmas Pamengkang, Selasa (11/2).

Tri Maharani adalah dokter spesialisasi emergency medicine. Subspesialisasinya toksinologi alias ilmu tentang bermacam-macam racun.

Baca Juga:Banjir Dukungan di Rempug Jukung Sauyunan Pikeun Ngawujudkeun Jabar Juara Lahir BatinRidwan Kamil Minta Anggaran Berkeadilan untuk Jabar

Dia memiliki kepakaran khusus di bidang langka: penanganan bisa ular dan gigitan hewan berbahaya. Di seluruh dunia, hanya 53 dokter yang tercatat punya kepakaran demikian. Dan, wanita yang akrab disapa Maha itu merupakan satu-satunya di Indonesia.

Kepakaran Maha soal penanganan gigitan ular berbisa pernah diekspos Radar Cirebon 2018 lalu. Dia menyampaikan cara penanganan yang benar dan tepat untuk korban gigitan ular berbisa.

“Bisa ular itu tidak hematogen, melainkan limfogen. Lewat kelenjar getah bening,” ujarnya.

Hampir tiap hari pula
melalui telepon dia memandu petugas medis di berbagai daerah dalam memberikan
pertolongan kepada korban gigitan ular berbisa. Juga, saat berkesempatan
menjadi pemateri tentang kegawatdaruratan di mana saja, dia selalu menyelipkan materi
tentang penanganan bisa ular.

Berbagai peristiwa menegangkan dalam penanganan pasien pun sudah sering dijalani lulusan sarjana kedokteran Universitas Brawijaya itu. Terutama kalau pasien sudah sangat terlambat ditangani. Misalnya, pasien baru berobat setelah tergigit tiga bulan sebelumnya. Atau, pasien yang cara penanganan pertamanya salah.

“Sebab, banyak yang masih mengira bisa ular mengalir melalui pembuluh darah. Padahal, melalui limfa,” papar dia.

Untuk mereka yang tergigit
ular dan sedang jauh dari berbagai fasilitas kesehatan, Maha menyebutkan, yang
paling penting adalah imobilisasi atau dibuat tidak bergerak selama 24-48 jam.

Baca Juga:Wejangan Kang Uu bagi Siswa SMA: Jangan Salah Pilih Jurusan Kuliah”Petani Rugi Rp1,5 Miliar, Puluhan Hektare Sawah Terendam banjir di Desa Kasturi

Pada kesempatan wawacara dengan Radar Cirebon, kemarin, Tri mengatakan, banyak kasus kematian di Indoneisa akibat gigitan ular berbisa cukup tinggi. Penyebabnya, kesalahan dalam penanganan darurat pada kasus digigit ular tidak sesuai standar WHO.

0 Komentar