Dirut Resmi Ditahan KPK, Ini Bisnis “Rp 1 Triliun” Perum Perikanan Indonesia

Dirut Resmi Ditahan KPK, Ini Bisnis “Rp 1 Triliun” Perum Perikanan Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sembilan orang yang diduga terlibat kasus suap kuota impor ikan di Jakarta dan Bogor, Senin (23/9). Tiga di antaranya merupakan direksi Perum Perikanan Indonesia (Perindo), sisanya karyawan Perum Perindo, dan swasta. (Dok. Perindo)
0 Komentar

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Risyanto Suanda terkait kasus suap kuota impor ikan. Berikut profil bisnis perusahaan pimpinan Risyanto tersebut yang mencetak pendapatan Rp 1 triliun tahun lalu.

Dikutip dari situs resmi perusahaan, Perum Perindo merupakan Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada 1990. Awalnya, perusahaan bernama Perum Prasarana Perikanan Samudera (Perum PPS), kemudian berubah menjadi Perum Perindo pada 2013.

Bisnis Perindo adalah mengelola aset pemerintah dengan melakukan pengusahaan dan pelayanan jasa dan barang kepada nelayan dan masyarakat perikanan, serta bisnis perikanan. Secara rinci, terdapat tiga lini bisnis utama Perindo saat ini.

Baca Juga:Ikut Demonstrasi di Gedung DPR, Ratusan Siswa SMA Digeledah PolisiBergeser, Hari Ini Ribuan Mahasiswa Demo di Padang, Garut Hingga Pontianak

Pertama, bisnis jasa pelabuhan yang terdiri dari sewa lahan dan bangunan, tambat labuh, jasa docking dan perbaikan kapal, sewa cold storage, produksi es, penjualan BBM, air bersih dan perbekalan kapal lainnya. Adapun perusahaan mengelola sembilan pelabuhan perikanan.

Kedua, bisnis budidaya yaitu budidaya ikan dan udang, termasuk produksi pakan ikan dan udang. Ketiga, perdagangan dan pengolahan ikan dan hasil laut, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Hingga awal tahun ini, perusahaan memiliki nomor persetujuan ekspor ke enam negara yaitu Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan Vietnam.  

Perusahaan memiliki 29 wilayah bisnis – selain di sembilan pelabuhan – yang tersebar dari Aceh hingga Papua.

Seiring bisnis yang berkembang, perusahaan mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan. Pada 2013, perusahaan membukukan pendapatan di kisaran Rp 100 miliar, kemudian bertambah menjadi Rp 200 miliar pada 2016. Pada akhir 2018, pendapatan mencapai Rp 1 triliun. Ini artinya, pendapatan naik 900% dalam enam tahun.

Berdasarkan siaran pers Perindo yang dikutip Antara Januari lalu, pendapatan perusahaan yang sebesar Rp 1 triliun pada 2018 (belum diaudit), naik lebih dari 66% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 600,3 miliar. Dengan capaian tersebut, perusahaan meraih laba bersih Rp 27 miliar, naik 238% dari tahun sebelumnya Rp 7,98 miliar.

Tahun ini, perusahaan menargetkan pendapatan Rp 1,4 triliun dan laba bersih Rp 29,4 miliar. Untuk ekspor, perusahaan menargetkan nilainya mencapai US$ 22 juta atau sekitar Rp 311 miliar, naik 223% dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 6,8 juta.

0 Komentar