Epidemiologi UI Kritik Langkah Kemenkes dan BPKP Tetapkan Batas Maksimal Harga Tes Usap Rp900 Ribu,

Epidemiologi UI Kritik Langkah Kemenkes dan BPKP Tetapkan Batas Maksimal Harga Tes Usap Rp900 Ribu,
Ilustrasi
0 Komentar

JAKARTA-Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengkritik langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang  menetapkan batas maksimal harga tes usap atau swab mandiri sebesar Rp900 ribu.

“Kok @KemenkesRI hanya menetapkan tarif komersial, seharusnya menstandarisasi layanan tes diagnostik agar terjamin kualitasnya termasuk WAJIB LAPOR ke Dinas Kesehatan setempat setiap hari semua hasil pemeriksaan,” kata Pandu di akun Twitternya, Jumat (2/10/2020).

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menyebut batas atas biaya pemeriksaan PCR Rp900 ribu tersebut hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang akan melakukan tes secara mandiri dan tidak berlaku bagi upaya pemeriksaan tes PCR yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan pelacakan kontak erat pasien Covid-19.

Baca Juga:Polisi Sebut Sejumlah Kejanggalan Kaburnya Terpidana Mati asal Tiongkok Cai ChangpanAkhir Pekan Kasus Covid-19 Tembus 300.000, Ini Kata Epidemiolog

“Harga tertinggi untuk tes PCR tersebut sudah memperhitungkan berbagai komponen biaya secara cermat. Yaitu, biaya jasa sumber daya manusia baik itu dokter spesialis, pengambil sampel, ataupun pengekstraksi dan pemeriksa sampel,” kata Abdul seperti dikutip dari Antara. 

Selain itu, memperhitungkan harga reagen, harga pembelian dan perawatan alat tes, penggunaan bahan sekali pakai seperti alat pelindung diri (APD) level 3, dan juga biaya-biaya administrasi.

Lebih lanjut, Pandu menegaskan vaksin bukan solusi jangka pendek untuk atasi pandemi. Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah memaksakan vaksinasi di tengah belum jelas pilihan produknya. “Kenapa Pemerintah kita memaksakan program vaksinasi yg belum jelas pilihan produk vaksin. Apalagi pakai dana publik untuk uang muka pembelian produk kandidat vaksin yang belum teruji efektivitas dan keamanannya. Ada apa sih?” tanya dia. 

Menurutnya, sampai saat ini belum ada obat dan vaksin untuk mengatasi Covid-19. Untuk itu, ia menyarankan pemerintah fokus padà upaya penanganan pandemi dasar yang terbukti efektif, seperti dilakukan di banyak negara tetangga ASEAN. “Belajar dan contoh keberhasilan mereka, tak perlu gengsi atau rendah diri sebagai bangsa yang besar,” tegasnya.

Diketahui, pemerintah akan memproduksi vaksin virus corona yang menyasar 102,45 juta orang pada 2021. Estimasi dosis yang disiapkan mencapai 227,67 juta dosis, dimana per orang akan mendapat dua dosis untuk jarak pemberian 14 hari. 

0 Komentar