‘Guncangan Ketiga’ Setelah Perang Dagang dan Pandemi Corona, Ini Peringatan Bank Dunia

‘Guncangan Ketiga’ Setelah Perang Dagang dan Pandemi Corona, Ini Peringatan Bank Dunia
Lembaran uang dolar Amerika, rupiah, dan yuan, dalam poster pedagang penukaran valas yang terpajang di Jakarta, 12 Juni 2013. (Foto: AFP via VOA)
0 Komentar

JAKARTA-Penulis laporan Bank Dunia yang baru pada Selasa (31/3) memperingatkan, negara-negara berkembang di Asia menghadapi kemungkinan “guncangan ketiga” yang menyusul perang dagang dan wabah virus corona baru.

Penyebaran COVID-19 yang tanpa henti dapat menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan di seluruh wilayah untuk pertama kalinya dalam satu generasi, bank tersebut mengatakan dalam sebuah laporan baru tentang tanggapan kawasan terhadap pandemi ini.

Guncangan itu dapat melumpuhkan sektor keuangan dan pasar modal (sumber vital likuiditas untuk menghidupkan kembali industri dan sektor lain yang hancur akibat dampak virus corona) dan pemerintah harus membuat “respons luar biasa,” laporan itu memperingatkan, dikutip Nikkei Asian Review.

Baca Juga:Waduh! Angka Kehamilan di Indonesia Melonjak Drastis Selama Pandemi CoronaIni Alasan Menunda Rencana Hamil di Masa Pandemi Corona

Aaditya Mattoo, kepala ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik dan penulis utama laporan tersebut, mengatakan kepada Nikkei Asian Review, krisis virus corona menghantam semua negara secara bersamaan, tidak seperti guncangan spesifik negara sebelumnya seperti bencana alam dan keuangan.

Asia Tenggara sangat rentan karena baru pulih dari gesekan perdagangan global dan sekarang berjuang untuk mengatasi penyakit virus corona, ucap Mattoo.

“Guncangan luar biasa ini membutuhkan respons yang luar biasa: aksi nasional yang berani, kerja sama internasional yang lebih dalam, dan bantuan eksternal tingkat tinggi.”

Laporan ini memperkirakan penurunan signifikan dalam pertumbuhan di seluruh kawasan dalam skenario yang lebih buruk.

Di negara-negara berkembang, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan tahunan tahun ini melambat menjadi 2,1 persen dalam skenario dasarnya, dan minus 0,5 persen dalam skenario yang lebih buruk, turun dari perkiraan ekspansi 5,8 persen pada 2019.

Negara-negara yang sangat bergantung pada pariwisata, perdagangan, pengiriman uang, dan komoditas, seperti Thailand, di mana pariwisata saja menyumbang setidaknya 10 persen dari produk domestik bruto, dapat berkontraksi sebanyak 5 persen dalam skenario yang lebih buruk. Prediksi ini sejalan dengan perkiraan baru-baru ini tentang kontraksi 5,3 persen tahunan oleh Bank of Thailand tahun ini.

Untuk China, pertumbuhan tahunan diproyeksikan menurun menjadi 2,3 persen dalam baseline dan 0,1 persen dalam skenario yang lebih buruk, dari 6,1 persen pada 2019, dilansir dari Nikkei Asian Review.

0 Komentar