Jalan Buntu Palestina Pasca Aneksasi

Para aktivis perdamaian lokal dan internasional berdiri di atas balok beton, bagian dari tembok pemisah Israel yang kontroversial, setelah menariknya hingga jatuh saat protes di dekat Kota Ramallah, Tepi Barat, tanggal 9 November 2009 untuk menandai peringatan 20 tahun jatuhnya Tembok Berlin di Jerman. (Foto: Getty Images/AFP/Abbas Momani)
Para aktivis perdamaian lokal dan internasional berdiri di atas balok beton, bagian dari tembok pemisah Israel yang kontroversial, setelah menariknya hingga jatuh saat protes di dekat Kota Ramallah, Tepi Barat, tanggal 9 November 2009 untuk menandai peringatan 20 tahun jatuhnya Tembok Berlin di Jerman. (Foto: Getty Images/AFP/Abbas Momani)
0 Komentar

“Aneksasi de jure, dan kemampuan Israel untuk mengimplementasikannya tanpa menerima konsekuensi dari komunitas internasional, mempertanyakan seluruh strategi Organisasi Pembebasan Palestina selama beberapa dekade terakhir,” ujar Nathan Thrall, penulis The Only Language They Understand: Forcing Compromise in Israel and Palestine dan mantan direktur Proyek Arab-Israel di International Crisis Group, dinukil dari World Politics Review.

“Aneksasi yang sukses akan memberikan bukti yang hampir tidak dapat dibantah, jalur negosiasi dan diplomasi, dan ketergantungan pada hukum internasional dan institusi internasional, telah gagal.”

Selama beberapa dekade, Palestina telah mengandalkan proses perdamaian formal sementara Israel terus memperluas pemukimannya lebih jauh ke tanah Palestina. Jika ditinjau kembali, tampak jelas orang Israel tidak pernah benar-benar bernegosiasi dengan itikad baik. Proses perdamaian yang telah bertahan selama lebih dari 25 tahun sekarang telah mati dan terkubur, tanpa kemungkinan resusitasi.

Baca Juga:Kementan Sebut Kalung Anti Virus Corona Berbasis Eucalyptus Sejenis Aroma TerapiKementan Bantah Produksi Massal Kalung Anti Virus Corona

Rencana Trump “menjabarkan semuanya dengan jelas, tanpa fasad diplomatik ini,” kata Yara Hawari, analis kebijakan senior di lembaga ahli Al-Shabaka, kepada World Politics Review. Namun, dia yakin, perkembangan ini sebenarnya bisa memaksa warga Palestina untuk mengevaluasi kembali pencarian mereka untuk kenegaraan.

“Ini benar-benar merupakan kesempatan untuk refleksi diri,” tuturnya, “dan berpikir tentang mengapa kepemimpinan kita telah gagal, dan apa mekanisme kepemimpinan saat ini. Ini saatnya untuk perubahan serius dan radikal dalam kepemimpinan, yang akan mengarah pada sebuah badan yang akan mewakili semua rakyat Palestina.” (*)

0 Komentar