Jeritan Keluarga Korban, Genosida Muslim Uighur China

Jeritan Keluarga Korban, Genosida Muslim Uighur China
Umat Muslim berdoa di sebuah masjid di Aksu, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China, 3 Agustus 2012. (Foto: Reuters via Al Jazeera)
0 Komentar

Pendiri dan Direktur Campaign for Uyghurs Rushan Abbas dalam USA Today menulis, dunia akhirnya membuka mata atas pelanggaran HAM mengerikan yang terus berlangsung terhadap masyarakat Uighur―minoritas Muslim di China Barat Laut. Keluarga Abbas sendiri adalah korban dari pelanggaran ini. Sebagai warga negara Amerika dan juga warga Uighur, bencana ini telah sangat mengkhawatirkan dan mengguncangnya.

September lalu—enam hari setelah ia berpidato tentang pelanggaran HAM China di Institut Hudson—polisi China menculik saudara perempuan dan bibinya dari rumah mereka. Anggota keluarga Abbas, yang keduanya tinggal di Xinjiang tetapi terpisah ratusan mil—diculik pada hari yang sama, sebagai taktik untuk membungkam saya dan menghentikan aktivisme Abbas di Amerika Serikat (AS).

Pemerintah China telah menangkap anggota keluarga orang Amerika Uighur lainnya yang angkat suara tentang pelanggaran hak asasi manusia mereka―berusaha mengendalikan dan membungkam kami yang berada di Amerika Serikat, di saat mereka mengendalikan dan membungkam keluarga mereka di China.

Baca Juga:Hari Natal, 3 Kereta Api Tertahan Gara-gara 1 Truk Melintang di Jalur KASoal Lokasi Budi Daya Benih Lobster di Pantai Selatan, Susi Pudjiastuti Sentil Ridwan Kamil

Ia dan keponakan yang juga tinggal di Amerika mengetahui tentang penculikan itu melalui beberapa kontak kami yang tersisa di Xinjiang, tetapi anggota keluarganya bukan satu-satunya yang mengalami hal ini.

“Saya tumbuh besar di dalam budaya orang-orang Uighur yang kaya, di wilayah yang diduduki oleh Komunis China yang dikenal sebagai Xinjiang (juga dikenal sebagai Turkestan Timur). Saya menyaksikan penindasan Revolusi Kebudayaan sejak saya masih muda―kakek saya dipenjara dan ayah saya dibawa ke kamp pendidikan ulang,” urainya.

Sebagai mahasiswa di Universitas Xinjiang, lanjutnya, ia menjadi salah satu penyelenggara demonstrasi pro-demokrasi pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an. Ketika ia pindah ke Amerika pada 1989, ia membawa cita-cita dan pengalaman tersendiri. Sejak itu, ia konsisten berkampanye untuk hak asasi manusia Muslim Uighur dengan mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk menulis dan mengadvokasi atas nama mereka.

Di Xinjiang, masjid dan situs keagamaan mereka telah digusur oleh pemerintah yang berkomitmen untuk memberantas budaya mereka. Orang tua dilarang memberi nama anak-anak mereka dengan nama Muslim tradisional, dan pria Muslim dipaksa untuk mencukur jenggot mereka. Orang-orang Uighur diancam bahkan setelah mereka meninggal: Dalam upaya untuk menghapus tradisi penguburan dan pemakaman Muslim, pemerintah China membangun krematorium untuk orang-orang Uighur yang meninggal.

0 Komentar