Koridor Silam

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan
0 Komentar

KALAU saja Islam mengakui Guru Nanak itu muslim.

Kalau saja Hindu mengakui Guru Nanak itu Hindu.

Mungkin tidak akan ada agama Sikh.Memang ketika meninggal pada 1539, Guru Nanak diperebutkan. Umat Islam menganggap Guru Nanak itu tokoh spiritual Islam. Karena itu jenazahnya harus dimakamkan secara Islam.

Sebaliknya umat Hindu: Guru Nanak itu tokoh spiritual Hindu. Jenazahnya harus dikremasi.

Rebutan.

Umat Islam memakamkannya.

Umat Hindu mengremasikannya.

Banyak yang percaya yang dikubur itu bukan jenazah Guru Nanak. Yang dikremasi itu pun bukan.

Jenazahnya tidak pernah ditemukan. Entah di mana.

Baca Juga:Bahaya Injak Kecoa Bikin Cacing Masuk ke Kulit, Ini FaktanyaPenerbang Arab Saudi Diduga Luncurkan Penembakan Massal di Pangkalan AS, FBI Selidiki Keterlibatan Kelompok Teror

Banyak yang percaya Guru Nanak itu muksa –seperti Jesus/Nabi Isa.

Belakangan umat Islam menganggap Guru Nanak telah mengajarkan aliran sesat. Demikian juga umat Hindu. Dua-duanya lantas menganggap Guru Nanak bukan bagian dari mereka.

Tapi ajaran Guru Nanak hidup terus.

Para pengikutnya terus menganggap Guru Nanak sebagai Guru (pencerah, penunjuk jalan) dan Nanak (bapak, yang dituakan) mereka.

Para pengikut Guru Nanak tetap beranggapan diri mereka itu adalah murid (Sikh). Tanpa Guru seseorang yang mencari Tuhan akan tersesat.

Saya ingat ayah saya. Seorang penganut tarekat yang juga sangat tunduk pada guru tarekat. Semua aliran tarekat/sufi di Indonesia juga menyebut bapak spiritual mereka sebagai guru.

Ayah saya takut sekali melanggar perintah guru.

Guru dalam pengertian itu adalah seorang mursyid dalam aliran tarekat. Mursyid-lah yang dipercaya sebagai jalan menuju Tuhan.

Ayah saya berteman dengan sesama petani. Suka bergurau biasa. Suatu saat si teman datang ke rumah kami. Mula-mula ayah dan teman itu duduk santai sambil ngobrol biasa.

Baca Juga:Ancaman di Tengah Serangan Jurnalisme Robot?Modus Penyelundupan Onderdail Harley Davidson-Brompton di Garuda Indonesia, Ini Kata KPK

Tapi ketika si teman mengatakan kedatangannya itu diutus guru, ayah saya langsung turun dari kursi. Ayah langsung duduk bersila di lantai. Menundukkan kepala. Siap mendengarkan apa kata guru –yang akan disampaikan lewat temannya itu.

Setelah pesan selesai disampaikan ayah kembali duduk di kursi. Bicara-bicara biasa lagi dengan temannya itu.

Tetapi mengapa penganut Sikh juga menghormati kitab suci mereka seperti menghormati guru?

0 Komentar