Krakatau Steel ‘Babak Belur’ Utang Beruntun Rugi Segunung

Krakatau Steel 'Babak Belur' Utang Beruntun Rugi Segunung
0 Komentar

Perusahaan yang merugi selama tujuh tahun secara berturut-turut, ditambah jumlah utang yang menggunung tentu berpotensi jadi masalah besar. Apalagi, kas dan setara kas perseroan juga tinggal US$173 juta. Bisa dibilang, kondisi perusahaan ini sudah lampu kuning. Harga saham KRAS di bursa saham juga dalam tren menurun, sempat mencapai puncaknya pada September 2016 mencapai Rp895, lalu terus turun hingga Rp450 pada medio April 2019. Harga ini sudah hampir separuh dari harga IPO KRAS pada 2010 yang ditetapkan Rp850 per saham.

Namun, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi utang itu di antaranya seperti restrukturisasi utang, menjual saham, atau menjual aset. “Tapi yang ideal adalah membayar dengan hasil penjualan atau laba,” jelas Alfred.

Pemerintah sebagai salah satu pemegang saham mayoritas harus segera melakukan penyelamatan terhadap Krakatau Steel, yang terus berdarah-darah. Perombakan direksi pada 2018 masih belum ada tanda-tanda perbaikan.

Baca Juga:Menjadi Penulis di Era Revolusi Industri 4.0Tjahjo Kumolo Larang ASN Pakai Cadar

PT Krakatau Steal (Persero) membukukan kerugian sebesar US$211,91 juta atau setara dengan Rp2,97 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.000) pada kuartal III 2019. Kerugian perseroan tersebut membengkak 467 persen dari periode sama tahun lalu.

Pasalnya, tahun lalu Krakatau Steel tercatat hanya membukukan kerugian sebesar US$37,38 juta atau setara dengan Rp523 miliar.

Peningkatan kerugian tersebut dipicu oleh penurunan pendapatan. Tercatat, Emiten dengan kode KRAS ini hanya berhasil membukukan pendapatan US$1,05 miliar atau setara dengan Rp14,7 triliun pada kuartal III kemarin.

Jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, pendapatan tersebut turun 17,5 persen. Pasalnya, mereka masih berhasil membukukan pendapatan sebesar US$1,27 miliar atau setara dengan Rp17,9 triliun pada periode tersebut.

Dalam keterbukaan yang mereka sampaikan ke Bursa Efek Indonesia, perusahaan menyebut penurunan pendapatan dipicu oleh penjualan produk baja lokal. Tercatat penjualan baja lokal  hanya mencapai US$776 pada kuartal III 2019 kemarin.

Penjualan tersebut turun 28,8 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang masih bisa mencapai US$1,09 miliar. Beruntung, tekanan terhadap penjualan tersebut tertahan oleh kinerja ekspor baja.

Tercatat, penjualan baja ke luar negeri KRAS berhasil mencapai US$90,9 ribu pada kuartal III kemarin. Penjualan tersebut naik 172,9 persen menjadi US$33,3 ribu. Selain tertolong oleh ekspor, tekanan juga terahan oleh pendapatan real estate dan perhotelan.

0 Komentar