Maulina Moli

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan
0 Komentar

Itulah satu-satunya anak sampai sekarang.

Anaknya pun tumbuh. Demikian juga tubuh ibunya. Sampai, itu tadi, mencapai puncaknya: 155 Kg. Tiga tahun lalu.“Suami saya tidak terlihat kaget. Mungkin karena tiap hari melihat saya. Tidak merasakan perubahan itu,” tutur Maulina.

Maulina sendiri yang merasakan.

Dia tidak lagi bisa tidur normal. Posisi tidurnya harus duduk. Bersandar di ujung ranjang. Itu pun hanya bisa sebentar. Begitu tertidur badannyi melorot. Dada sesak. Napas tercekik. Lalu terbatuk. Terpaksa Maulina terbangun.

Untuk memperbaiki posisi. Duduk lagi. Tertidur sebentar. Melorot lagi. Sesak lagi. Terbangun lagi.

Begitulah sepanjang malam. Sangat tersiksa.

Baca Juga:Bank Dunia Catat Pembelajaran Siswa di Indonesia Masih RendahKembalinya Dinasti Politik Indonesia?

Itu pun belum membuatnyi ‘insyaf’. Tipping point-nya baru terjadi saat Maulina selesai membenahi dagangan tasnya. Lututnyi terasa bengkak. Ternyata lutut kirinya memang membesar. Dan saat diraba tidak ada rasa.

Saat itulah Maulina merasa seperti akan mati. Lalu muncul tekatnyi untuk keluar dari masalah obesitas.

Tidak mudah.

Nafsu makannya luar biasa.

Terutama makanan manis. Seperti cake manis. Cake yang begitu ‘berat’ di mata Maulina bisa berfungsi hanya untuk camilan nonton TV.

Tapi Maulina sudah bertekat bulat: harus teratasi.

Maulina pun minta suami untuk mencarikan trainer pribadi.

Program pun dimulai. Di sebuah gym di mall Surabaya Timur. Maulina diberi program 100 latihan. Seperti yang biasa dilakukan di fitness center.

“Baru sepuluh paket saya menyerah,” katanyi.

“Di lantai bawah banyak makanan. Lebih menarik dari gym,” guraunya.

Maulina minta ganti cara. Mencoba ikut program diet yang lagi terkenal saat itu: keto.

Ternyata juga terlalu keras. Kian menjalaninya kian kuat mimpinya soal berbagai makanan kesukaannya.

Makanan apa saja kesukaannya?

Semua makanan.

Dengan diet itu dia merasa tersiksa. Lahir batin. Juga depresi.

Dua bulan ikut Keto, Maulina menyerah. Terlalu berat. Terlalu dipaksakan.

Akhirnya dicari cara ketiga: makan obat.

Hasilnya?

Maulina justru sakit. Maag-nya rewel. Berdarah. Maulina muntah darah.

Saya tidak sampai hati bertanya obat apa saja yang dia coba.

Tapi dia belum menyerah.

Maulina pun mengambil jalan pintas: sedot lemak.

0 Komentar