Pasal Karet

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan
0 Komentar

Zaman saya jadi demonstran dulu pasal itu disebut ‘pasal karet’. Bisa diolor ke mana-mana. Tergantung yang lagi berkuasa.

Pasal karet itu, menurut orang pemerintah sekarang, sudah dihilangkan dari rancangan KUHP yang sekarang.

Tapi dari ILC itu saya jadi tahu: ternyata ada pasal baru. Hanya bunyinya yang beda. Kalau dulu disebut pasal ‘menghina presiden’ sekarang menjadi pasal ‘menyerang kehormatan presiden’.

Baca Juga:Hasil Lengkap Dan Klasemen Premier League 2019-2020 Pekan Ke-7Lagi, Ribuan Mahasiswa UIN Jakarta Geruduk DPR

Di ILC itu Menteri Hukum dan HAM kelihatan ngotot: bahwa menyerang kehormatan presiden harus dihukum. Alasannya banyak. Lihatlah ILC itu.

Alat menghina atau menyerangnya yang sama: kata-kata, tulisan, gambar, karikatur dan seterusnya.

“Sahkan saja RUU KUHP ini sebagai UU. Tapi pasal menyerang presiden itu dihilangkan,” kata DR Andi Irmanputra.

Di samping terpikat pada Ketua BEM UGM dan UIN Syarif Hidayatullah saya juga terpikat dengan DR Andi Irmanputra ini.

Cara bertuturnya jernih, jelas, dan tanpa emosi. Sudut yang ia lihat juga menunjukkan kejeliannya. Tidak muter-muter. Telak.

DR Irmanputra menjadi bintang di ILC malam itu. Ia memang pintar sejak dari sononya. Lihatlah saat ia maju ujian gelar doktor di Universitas Hasanuddin.

Di bidang hukum tata negara. Nilai IPK-nya 4. Sempurna. Lulus summa cum laude.

Baca Juga:Selasa Dinihari: Bentrokan Terjadi, Pengunjuk Rasa Yang Luka-luka Dan HilangMenebak Calon Ketua DPR, Dari Puan Maharani Hingga Rachmat Gobel

Ketika beliau menyebut putusan mahkamah konstitusi, terlihat kejeliannya. Bukan hanya mengutip putusannya tapi juga kalimat antisipasi dalam putusan itu.

Saya baru tahu: MK ternyata sudah menduga. Bahwa suatu saat nanti akan ada yang menghidupkan pasal karet. Dari karet gelang ke karet ketapel.

Maka jelas sekali: kalau benar RUU ini sudah dibahas mendetil mengapa muncul rancangan pasal seperti itu. Apakah di antara yang membahas tidak ada yang tahu ada putusan Mahkamah Konstitusi seperti itu?

Atau murni karena kesusu?

Saya juga kagum pada karakter DR Andi Irmanputra. Yang di awal bicara sudah mengaku terus terang: “Saya juga belum membaca RUU KUHP ini,” katanya.

Ia tidak malu mengatakan itu. Seperti ingin mengangkat derajat mahasiswa yang lagi di-down-kan.

Tapi Dr Andi Irmanputra menyelipkan ‘humor tinggi’ sebagai alasannya: “Saya tidak membacanya, takut ikut menolak RUU itu”.

0 Komentar