Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18

Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18
Relief Syekh Ibrahim (kiri) menemui Pangeran Mangkubumi di sekitar kompleks Pagelaran Keraton Yogyakarta. (Tepas Tandha Yekti/jogjaland.net).
0 Komentar

Nama tokoh itu adalah Syekh Ibrahim. Rupanya dia belum pernah berkunjung ke pulau Jawa sebelumnya atau –sejauh pengetahuan kita– ke daerah lain di kepulauan Indonesia. Mengapa seorang seperti itu, seorang asing yang belum punya hubungan atau pengaruh dengan Kompeni Belanda atau kaum ningrat Jawa, bisa memainkan peranan penting dalam Perang Suksesi Jawa III pada tahun 1753-1754? 

Ada dua penjelasan utama: pertama, baik pihak Belanda maupun Pangeran Mangkubumi sedang mencari jalan keluar dari perang yang sudah berlangsung lebih dari tujuh tahun. Perang tersebut sangat merugikan kepentingan Kompeni dan menghasilkan kekalahan berdarah di Kasatriyan bagi Mangkubumi. Jadi, ada peluang tersedia untuk seorang yang bisa memikirkan semacam penyelesaian. 

Penjelasan yang kedua, baik VOC maupun orang Jawa menjunjung tinggi orang Turki. Pihak Eropa menganggap orang Turki pada umumnya tidak anti-Eropa dibandingkan dengan orang Jawa. Sementara pihak Jawa mengenal tradisi-tradisi yang mencatat peranan yang sangat luar biasa kepada tokoh agung Sultan Rum dalam mitos awal masyarakat Jawa: “Rum” berasal dari nama ibukota kekaisaran Roma timur, yaitu sama dengan kota Konstantinopel yang kelak Istanbul, jadi artinya kekaisaran Usmaniyah.

Baca Juga:Virolog drh. Moh. Indro Cahyono: Jangan Panik dengan Virus CoronaMisteri Planet Kembaran Bumi

Dalam naskah-naskah Aji Saka dan Jayabaya, kita membaca mitologi mengenai zaman awal masyarakat Jawa. Di sana, kita membaca mengenai Sultan Rum, raja sedunia yang memungkinkan Jawa dihuni oleh masyarakat Jawa yang beradab. Menurut salah satu eksemplar tradisi-tradisi itu yang ditulis di Yogyakarta pada 1813, sesudah zaman Ngastina dan Purwacarita (pada era Bratayuda), Jawa ditinggalkan binasa dan tanpa penduduk selama 700 tahun. Pada satu ketika, Sultan Rum menerima wahyu mengenai tanah Jawa: pulau itu sudah menjadi hutan rimba dan titah Illahi ialah untuk ‘menanam’ orang-orang di situ (kenanemana jalma, karsaning Yang Agung) supaya pulau Jawa bisa mengimbangi Mekah dan menjadi keraton untuk semua dunia di sebelah timur tanah Ajam (nungsyeku timbang ing Mekah, karatone wetan Ngajam tanah Jawi).

0 Komentar