Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18

Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18
Relief Syekh Ibrahim (kiri) menemui Pangeran Mangkubumi di sekitar kompleks Pagelaran Keraton Yogyakarta. (Tepas Tandha Yekti/jogjaland.net).
0 Komentar

Baru pada Maret 1753 terjemahan yang lebih baik dari surat-surat Mangkubumi sampai di Batavia. Pada bulan itu, Dewan Hindia berkeputusan untuk memeriksa lebih lanjut tuntutan Mangkubumi. Mereka sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan Mangkubumi yang menguasai sebagian dari tanah Jawa, asal saja bukan di daerah Jawa Tengah. Akan tetapi, Mangkubumi tetap berserikeras bahwa dia harus diakui sebagai raja atas separuh dari tanah sentral kerajaan Mataram. (Pakubuwana III sangat lemah pada waktu itu dan keinginan Sang Susuhunan itu tidak diperhatikan dan tidak berarti.)

Pemutasian pejabat Kumpeni turut memainkan peranan penting. Van Hohendorff, yang sangat dibenci oleh Mangkubumi, diganti sebagai Gubernur Kumpeni di pesisir timur laut Jawa Timur oleh Nicolaas Hartingh (menjabat 1754-61), yang diharapkan lebih halus dalam pendekatannya dengan Mangkubumi. Para pembesar VOC menganggap Hartingh sebagai seorang yang bisa bergaul dengan baik di antara masyarakat Jawa. Akan tetapi, Babad Giyanti memberikan kesan yang cukup berlainan. Di babad itu, Hartingh digambarkan sebagai “besar dan tinggi tapi buruk rupa, dengan wajah yang gemuk bulat dan mata juling, perutnya menonjol ke mana-mana, terlipat sendiri, besar dan kusut” (Sekretaris Nikolas Arting, gedhe dhuwur tan pakra, muka bitha-bithu, kriyip-kriyip netranira, ting panjelut lempitan wadhukireki, agedhe angleparah). Malah, dia dibandingkan dengan raksasa Setan Terong dari wayang Jawa. Sementara itu ahli wayang Hardjowirogo (Sedjarah Wayang Purwa) mendesripsikan Buta Terong sebagai “raksasa pengrusak keamanan, tetapi sebenarnya bukan pengrusak karena kebuasannya, melainkan karena ia kuat makan dan tak merasa puas dengan makanan yang berapa banyak juga. Jadi berarti orang yang tamak, tak ada puas-puasnya.” Mungkin sekali pergaulan Hartingh dengan masyarakat Jawa tidaklah sehalus seperti diasumsikan dalam lingkungan VOC!

Ada tiga perkembangan yang sangat mempengaruhi lansekap politik Jawa pada 1754. Pertama,Mangkubumi telah mengalami kekalahan berat di Kesatriyan pada Agustus sebelumnya dan oleh karena itu lebih cenderung untuk berdamai dengan Kumpeni demi menjalin persekutuan untuk menghancurkan Mangkunagara. Kedua, VOC sudah lebih cenderung untuk berdamai dengan Mangkubumi dan membagi kerajaan Mataram antara sang raja pemberontak itu dan Susuhunan di Surakarta, supaya menghentikan pemborosan uang dan personel yang disebabkan oleh perang itu. Dengan demikian Kumpeni akhirnya sudi untuk melepaskan pokok kebijakan Kumpeni selama delapan dasawarsa sebelumnya, yaitu untuk mempertahankan keutuhan kerajaan di bawah seorang raja yang sudi untuk berkooperasi dengan kepentingan Kumpeni. Ketiga, sudah terjadi perubahan personel yang menentukan: Syeh Ibrahim sekonyong-konyong muncul di Jawa, berpengaruh baik pada pihak Mangkubumi maupun pada pihak Kumpeni dan membuka jalan rekonsiliasi antara Kumpeni dan Mangkubumi. Sedangkan Hartingh sebagai pengganti Van Hohendorff adalah seorang yang bisa diterima sebagai teman bicara oleh Mangkubumi. 

0 Komentar