Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18

Syeh Ibrahim, Tokoh Misterius Turki dalam Perang Saudara di Jawa Abad 18
Relief Syekh Ibrahim (kiri) menemui Pangeran Mangkubumi di sekitar kompleks Pagelaran Keraton Yogyakarta. (Tepas Tandha Yekti/jogjaland.net).
0 Komentar

Jalan keluar perang antara Kumpeni dengan Mangkubumi sudah bisa kelihatan. Sosok yang paling dirugikan oleh perkembangan baru ini tentu saja Mangkunagara. Dalam waktu dekat, dia akan menghadapi koalisi permusuhan kuat antara Kumpeni, Mangkubumi dan, akhirnya, juga Susuhunan (yang posisinya menguat sesudah perdamaian itu). Sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk rekonsiliasi antara Mangkunegara dan Kumpeni, berkat perubahan yang dikembangkan oleh Syeh Ibrahim. Alhasil pada 1755 Susuhunan Pakubuwana III dan Kumpeni Belanda mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I dengan keratonnya di Yogyakarta. Pada 1757, Mangkunegara berekonsiliasi dengan Pakubuwana III dan menjadi pangeran paling senior di Surakarta. Perang Suksesi Jawa III sudah usai.

Nasib Syeh Ibrahim

Bagaimana karier Syeh Ibrahim berikutnya? Tidak banyak lagi yang diketahui. Pada akhir tahun 1755 atau awal 1756 dia berjumpa dengan duta besar Perancis Charles de Vergennes di Istanbul, Turki. Menurut Ibrahim, dia sudah tinggal selama 25 tahun di Indonesia dan sekarang ditugaskan oleh seorang raja di Jawa dan beberapa penguasa lain dari Indonesia, Malaya, dan Malabar untuk mencari dukungan demi mengusir orang Belanda. Dia minta pertolongan dari De Vergennes untuk pergi ke Paris guna berjumpa dengan Raja Louise XV. De Vergennes, yang tidak percaya cerita Syeh Ibrahim, menjawab bahwa perjalanan ke Paris terlalu berbahaya lantaran Perang Tujuh Tahun (1756-1763) yang sedang berlangsung. Di Paris juga tidak ada minat untuk berjumpa dengan Ibrahim dan kunjungan itu ditolak pada Maret 1757. Pada saat itu, Ibrahim sudah berangkat dari Istanbul dalam perjalanan dagang ke daerah Lautan Hitam.

Pada tahun 1771 tokoh Turki itu sekali lagi muncul di Istanbul dan menghubungi chargé d’affaires Belanda Frederik de Weiler. Menurut De Weiler, pada waktu itu Ibrahim berumur kira-kira 65 tahun. Dia menamakan dirinya “Tuwan Sayyid Besar”. Ia bercerita bahwa dia sudah tinggal di Jawa lebih dari 16 tahun dan sudah berkiprah sebagai agennya VOC dalam urusan dagang. Sekarang dia menunggu pesan baru. Dia mengklaim bahwa mempunyai surat rekomendasi dari Batavia, akan tetapi menolak untuk memperlihatkannya kepada De Weiler. Ini semuanya dilaporkan ke kantor Kumpeni di Amsterdam. Di sana, peranan Ibrahim dalam tahun 1753-1754 di Jawa yang luar biasa itu sudah tenggelam dalam ribuan dokumen yang tersimpan dalam arsip VOC dan tidak ada seorang yang tahu lagi siapa Syeh Ibrahim ini. Kunjungannya ke Belanda atas ongkos Kumpeni ditolak. Dan sesudah itu, Syeh Ibrahim hilang dari panggung sejarah.

0 Komentar