UU Berlaku, KPK Tegaskan Tetap Lakukan Operasi Tangkap Tangan

UU Berlaku, KPK Tegaskan Tetap Lakukan Operasi Tangkap Tangan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kedua kiri), Saut Situmorang (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan) mengepalkan tangan saat konferensi pers operasi tangkap tangan (OTT) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019). Pimpinan KPK menjelaskan tentang dua OTT yang dilaksanakan oleh KPK yakni dugaan suap pengadaan proyek jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019 serta dugaan suap dalam proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wpa.
0 Komentar

JAKARTA-Tim Komisi Pemberantasan Korupsi dipastikan tetap melakukan operasi tangkap tangan atau OTT, meski Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hasil revisi DPR mulai berlaku.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, kegiatan penindakan itu tetap dilakukan karena pimpinan telah berkomunikasi dengan jajaran internal dan membuat peraturan komisi (teknis) demi menyesuaikan diri dengan UU KPK baru.

“Misalkan terdapat kasus yang memenuhi penyelidikan matang dan bisa dilakukan OTT, ya bisa saja dilakukan OTT, begitu ya,” kata Agus dalam konferensi pers, Kamis dini hari, 17 Oktober 2019. 

Baca Juga:Serahkan Diri, Ajudan Wali Kota Medan diperiksa di Polrestabes MedanDramatis! Sebelum Kabur, Ajudan Wali Kota Medan Hampir Tabrak Petugas KPK

Sementara itu, mengenai kewenangan menandatangani suatu perkara, kata Agus, juga telah dikaji tim teknis. Sehingga ia memastikan itu tidak ada masalah. 

Seperti diketahui, pada Pasal 21 UU KPK lama memuat ketentuan bahwa pimpinan KPK adalah pejabat negara, penyidik dan penuntut umum serta bersifat kolektif kolegial. Namun di UU yang baru, pimpinan KPK hanya disebut selaku pejabat negara dan bersifat kolektif kolegial, sehingga dinilai tidak diberi kewenangan mengerjakan tugas pro yustisia.

Karena itu, mengenai teknisnya, lanjut Agus, Sprindik OTT tetap dapat dibahas di tataran pimpinan, setelah itu yang menandatangani deputi penindakan.

“(Sprindik)Itu tetap diekspose di depan pimpinan KPK, baru kemudian deputi penindakan yang mengeluarkan sprindiknya. Begitu kira-kira contohnya,” kata Agus.

Kendati demikian, Agus dan jajaran KPK masih berharap Presiden Joko Widodo bersedia menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atas UU KPK yang baru. Harapan itu ditegaskan, karena terdapat masalah dalam UU tersebut, sehingga pemberantasan korupsi terkendala. 

“Kami masih berharap, memohon mudah-mudahan pak presiden setelah dilantik nanti memikirkan kembali untuk bersedia menerbitkan perppu yang sangat diharapkan KPK,” imbuh Agus. (*)

0 Komentar