UU Ciptaker Picu Keprihatinan Dunia

Polisi antihuru-hara berjaga di Gedung DPR Jakarta pada 5 Oktober 2020 | REUTERS
Polisi antihuru-hara berjaga di Gedung DPR Jakarta pada 5 Oktober 2020 | REUTERS
0 Komentar

JAKARTA-Tak hanya menimbulkan polemik di dalam negeri, Undang-undang (UU) Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) rupanya juga menuai keprihatinan internasional. Dalam artikel yang dimuat di Reuters pada Senin (5/10), puluhan investor global memperingatkan pemerintah Indonesia kalau UU yang baru disahkan itu membahayakan hutan tropis di Tanah Air.

Sebanyak 35 investor yang pengelolaan asetnya mencapai USD 4,1 triliun (Rp60,5 kuadriliun) mengungkapkan keprihatinannya melalui surat yang dilayangkan kepada pemerintah Indonesia. Mereka termasuk Aviva Investors, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, manajer aset yang berbasis di Belanda, Robeco, dan manajer aset terbesar di Jepang, Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.

“Kami menyadari pelunya reformasi undang-undang bisnis di Indonesia. Namun, kami mengkhawatirkan dampak negatif dari langkah perlindungan lingkungan tertentu yang terdampak UU Omnibus Cipta Lapangan Kerja,” ungkap Peter van der Werf, spesialis senior di Robeco.

Baca Juga:Penyidik Bareskrim Ambil Sampel DNA dan Sidik Jari Tombol Lift di Gedung Utama KejagungDalami Kasus Kebakaran, Penyidik Bareskrim Polri Periksa Rekaman CCTV

Dengan koalisi Presiden Joko Widodo yang menguasai 74 persen kursi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan RUU yang menurut pemerintah diperlukan untuk memperbaiki iklim investasi dan merampingkan peraturan di negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini. Namun, UU tersebut justru menimbulkan polemik. Sebuah koalisi yang terdiri dari 15 kelompok aktivis, termasuk serikat buruh, mengutuk RUU itu dan menyerukan pemogokan.

Menurut para investor, mereka khawatir UU itu dapat menghambat upaya perlindungan Indonesia. Pada gilirannya, hal itu akan melemahkan aksi global untuk mengatasi punahnya keanekaragaman hayati dan memperlambat perubahan iklim.

“Meski tujuannya untuk meningkatkan investasi asing, RUU itu berisiko melanggar standar praktik terbaik internasional yang dimaksudkan untuk mencegah konsekuensi berbahaya dari kegiatan bisnis, sehingga dapat menghalangi investor dari pasar Indonesia,” sebut surat itu yang dikirim beberapa jam sebelum RUU disahkan.

Akibat kekahwatiran ini, beberapa manajer aset mulai mengambil tindakan terbuka untuk mendesak pemerintah demi melindungi alam. Intervensi serupa juga terjadi di negara lain pada bulan Juli. Sebanyak 29 investor yang mengelola USD 4,6 triliun (Rp67,9 kuadriliun) melayangkan surat kepada kedutaan Brasil. Mereka menuntut pertemuan guna menyerukan kepada pemerintah sayap kanan Presiden Jair Bolsonaro agar menghentikan perluasan deforestasi di hutan hujan Amazon. []

0 Komentar