Tahun 2017, impor bawang putih naik menjadi 559.942 ton setara $596 juta, yang jika dirupiahkan dengan rata-rata kurs saat itu Rp13.385 per dolar AS, maka total nilai impor mencapai Rp7,98 triliun. Pada 2018, nilai impor bawang putih juga bertahan di kisaran $507,7 juta, yang diukur dengan nilai tukar rata-rata Rp14.246 per dolar AS, maka total Rp7,23 triliun.
salah satu cara untuk menjaga daya saing harga bawang putih adalah dengan penetapan kebijakan bea masuk impor untuk produk hortikultura. Selain itu, pola konsumsi masyarakat juga perlahan-lahan diubah dari yang sekarang menggemari bawang putih impor kembali beralih untuk mengkonsumsi bawang putih lokal.
Jurnal berjudul The Evaluation of Indonesia Import Policies of Garlic yang ditulis oleh Putra Aditama Hariwibowo, dkk, menyebutkan, produksi bawang putih sangat dipengaruhi oleh luas lahan panen, faktor curah hujan, dan juga harga riil pupuk di tahun sebelumnya. Sementara itu, impor bawang putih sangat dipengaruhi oleh produksi, tarif impor dan juga nilai tukar.
“Indonesia masih terus meningkatkan impor bawang putih meskipun telah terjadi kenaikan harga impor dan produksi bawang putih dunia dan domestik. Ini karena, Indonesia sudah bergantung pada bawang putih impor,” jelas Putra.
Selain itu, harga riil bawang putih di Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh tarif impor yang rendah dalam jangka panjang. Tarif impor merupakan instrumen yang baik untuk kebijakan dalam mengendalikan harga bawang putih impor Indonesia, karena dapat mengurangi impor bawang putih.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia disarankan untuk mengevaluasi atau menegosiasikan kembali terkait pemberlakuan kembali tarif impor bawang putih sebesar 5 persen. “Karena memberikan dampak yang cukup besar untuk mengubah kesejahteraan secara keseluruhan,” tulis jurnal tersebut. (*)