“Sampai di mana kita mau berhenti menuntut tanggung jawab?” tanya Roesmin. Dia menolak mundur. “Saya tak akan melepaskan tanggung jawab. Saya tidak akan mundur karena saya ditugaskan dan tidak meminta jabatan.”
Setelah kecelakaan itu, PJKA dan menteri perhubungan berupaya memperbaiki teknologi, kualitas, dan aturan perjalanan kereta api. Antara lain dengan komputerisasi perjalanan kereta, pembuatan rel ganda, dan pelarangan naik ke atap gerbong dan lokomotif bagi penumpang.
Ratusan orang meninggal setelah dua rangkaian kereta bertabrakan. Mengapa bisa sebanyak itu? Penyebab pertama berasal dari kepadatan penumpang di KA 225. Penyebab lainnya bersumber dari momentum dua rangkaian kereta.
Baca Juga:Amnesty Internasional Menilai Pengamanan Pelantikan Jokowi BerlebihanPengamat Intelijen: Kerawanan Bukan Kelompok JAD atau ISIS Justru Kelompok yang Tidak Terdeteksi
Momentum adalah hasil rumusan massa dikali kecepatan. Massa rangkaian KA 220 adalah 287.800 kilogram, sedangkan kecepatannya mencapai 25 kilometer per jam. Dengan demikian, KA 220 memiliki momentum 1.998.611,1 kg meter/detik atau 1.998 ton meter/detik.
Sementara rangkaian KA 225 bermassa 285.000 kilogram dengan kecepatan 36,48 kilometer per jam. Maka momentum yang dihasilkan sebesar 2.888.000 kg meter/detik atau 2.888 ton meter/detik. “Demikian besar momentum kedua rangkaian KA itu hingga akibat yang terjadi pun begitu hebat,” ungkap redaksi Suara Pembaruan.
Besaran momentum ini menyebabkan bagian depan kereta hancur-lebur. Dua lokomotif merangsek ke dalam gerbong pertama. Semua gerbong di belakangnya juga ikut rusak, meski tingkat kerusakaannya berbeda-beda.
Penumpang di barisan terdepan terjepit material baja badan kereta. Momentum dan material ini cukup bisa membelah tubuh manusia dan meremukkan tulangnya. Kemungkinan luka parah dan meninggal di tempat pun kian besar.
Kecelakaan kereta api di Bintaro mendorong ilmuwan untuk merancang material dan teknologi perkeretaapian yang bisa mengurangi efek tabrakan. Dari kecelakaan kereta api di Bintaro, manusia bisa belajar banyak hal. (*)