JAKARTA – Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung terus mendalami kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam tahap ini, penyidik jaksa membidik calon tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 13,7 Triliun.
Dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya terkait dengan produk JS Saving Plan yang dijual Pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis PT Asuransi Jiwasraya selama tahun 2014-2018. Produk tersebut menawarkan persentase bunga yang cenderung di atas rata-rata, 6,5 persen.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan perkiraan ini sudah dalam tahap penyidikan. Namun belum pada tahap penetapan tersangka. Tim penyidik masih terus melakukan pendalaman. “Penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kagiatan investasi yang melibatkan grup grup tertentu. Ini ada 13 grup dan 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik,” kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu(18/12).
Baca Juga:Pakar Hukum TPPU Minta Polri Tidak Ganggu Firli Bahuri Saat Jadi Ketua KPKGugur di Papua, Kodam I/BB Siapkan Upacara Pemakaman Lettu Erizal Zuhry
Karena tata kelola perusahaan dilakukan tidak dengan sesusai aturan, diduga terjadi pelanggaran hukum yang berpotensi kerugian negara. “Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola yang baik. Yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi atau saving plans,” jelasnya.
Asuransi Jiwasraya, lanjut Burhanuddin, telah mengalami gagal bayar yang telah jatuh tempo. Hal ini juga sudah terprediksi oleh BPK. Sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional.
Dari pelanggaran prinsip kehati-hatian dengan berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan investasi pada aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi. Antara lain yang pertama adalah penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial dan jumlah tersebut 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik. Sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Kemudian, yang kedua adalah penempatkan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Jumlah tersebut 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. “Sebagai akibat transaksi tersebut PT Asuransi Jiwasraya persero hingga dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal. Diduga jumlahnya lebih dari itu,” ucapnya.