Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), M Adi Toegarisman mengatakan penyidikan perkara ini terus berjalan. “Kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan. Tentu ini adalah strategi penyidik. Kami tidak bisa menyampaikan hasil penyidikan dalam upaya mengungkap kasus ini. Nanti pasti kami sampaikan,” jelas Adi.
Yang jelas, lanjut Adi, tim penyidik saat ini tengah mengumpulkan alat bukti untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi. “Kami sedang mengumpulkan alat bukti untuk membuktikan. Kami berkordinasi tentang perhitungan kerugian negara dengan lembaga terkait,” tegasnya.
Disinggung soal apakah sudah ada calon tersangka, Adi menegaskan sebuah kasus pasti ada calon tersangkanya. “Namun kapan ditetapkan, tentu ada SOP-nya. Ketika fakta dan bukti sudah memadai, tentu akan ditetapkan tersangkanya. Hingga saat ini, sudah 89 orang yang diperiksa sebagai saksi terkait perkara tersebut,” imbuh Adi.
Baca Juga:Pakar Hukum TPPU Minta Polri Tidak Ganggu Firli Bahuri Saat Jadi Ketua KPKGugur di Papua, Kodam I/BB Siapkan Upacara Pemakaman Lettu Erizal Zuhry
Kondisi yang menimpa Jiwasraya dinilai dapat memberikan dampak sistematik terhadap keuangan. Utamanya asuransi. Kepercayaan nasabah harus tetap terjaga demi terwujudnya visi Pak Jokowi dalam meningkatkan Foreign Direct Investment. “Ekonomi kita mulai membaik ditengah-tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Iklim investasi harus didukung oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pasar keuangan dan asuransi,” kata Ketua Komisi XI DPR- RI Dito Ganinduto.
Menurut politisi Partai Golkar ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus banyak belajar dari kasus ini untuk menghindari dampak sistemik. Pasalnya, kasus Jiwasraya ini mirip sekali dengan kejadian AIG di Amerika Serikat pada tahun 2008. Selain harus menyelesaikan kasus Jiwasraya ini, OJK juga harus membuat aturan yang mengantisipasi agar kasus yang sama tidak terulang lagi. “Aturan pasar asuransi perlu di review semua. OJK harus membuat kebijakan dan aturan yang friendly. Namun tetap dapat menjaga stabilitas pasar keuangan dan asuransi. Kami di komisi XI DPR RI siap bahu membahu bersama-sama menjaga stabilitas ekonomi,” ucapnya.
Selain fokus untuk menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini, OJK harus memiliki visi yang jauh kedepan. Seperti halnya industri lain, pasar asuransi juga harus siap dengan gempuran Insur Tech. Layaknya FinTech, InsurTech merupakan perpaduan antara industry Asuransi dengan Technology dalam menjembatani antara nasabah dan produk asuransi. Data statistic menunjukan bahwa pada akhir tahun 2018, hanya 1,7 persen penduduk di Indonesia memiliki asuransi. “Popularitas asuransi masih sangat rendah di Indonesia. Namun Indonesia memiliki pasar asuransi yang cukup besar di kisaran USD 150 Miliar. Potensi yang besar ini akan mengundang pemain asuransi untuk masuk dan penetrasi terhadap pasar Indonesia. Salah satu fenomena global yang sudah terjadi adalah InsurTech. Dimana mana InsurTech ini akan terus memberikan perubahan yang massif terhadap pasar Asuransi di dunia,” ucapnya.