“Di sekitar batu tagak tipe phallus ini terdapat beberapa batu-batu lainnya ada yang sudah dikerjakan dan ada pula berupa batuan alam yang pada dasarnya merupakan nisan makam,” tandasnya.
Dijelaskannya, batu tagak phallus sekarang juga diistilahkan dengan “batu perkasa”. Menurutnya, merupakan temuan yang unik yang menjadi perbicangan dalam beberapa hari yang lalu. Bahkan pejabat seperti Bupati Tanah Datar pun menyambangi batu tersebut.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, katanya, didapatkan data teknis terkait dengan batu tagak tipe phallus dan temuan sekitar batu tagak tersebut.
Baca Juga:Bakamla Usir Kapal Pengawas Berbendera Vietnam, Kiem Ngu 215 di Perairan NatunaAktivitas Merapi dan Semeru Meningkat Bersamaan, Indonesia dalam Lingkaran Ring of Fire
Di sekitar objek terdapat beberapa batu-batu lainnya seperti batu koncek (kodok), lesung batu, nisan bungo, dan nisan makam lainnya yang bertipe hulus keris, tipe balok dan nisan tanpa pengolahan.
Analisa awal dari hasil observasi di lapangan, beber Teguh, menunjukkan bahwa batu tagak yang berada di Puun, Jorong Balai Tabuah, Nagari Tanjung Sungayang tersebut bukan dalam pengertian menhir dari budaya megalitik (Pra-sejarah). Melainkan bentuk “nisan menhir” yang dapat ditafsirkan sebagai tradisi megalitik dan/atau tradisi berlanjut dari masa Pra-sejarah ke masa Islam.
“Batu tagak/menhir di lokasi ini merupakan tanda makam (masa Islam) yang terlihat pada orientasi nisan makam yang sudah U-S yang berarti sudah menghadap kiblat,” ungkapnya.
Menurut Ambary, sambung Teguh, Islam pada beberapa aspek berkesinambungan dengan anasir budaya dari etnis tertentu (permanensi etnologis) yang telah muncul jauh sebelum Islam itu sendiri diterima masyarakat.
Bentuk permanensasi etnologis yang dapat diamati adanya adanya tradisi “nisan makam” yang menggunakan batu berbentuk menhir.
“Karena dalam disiplin ilmu arkeologi, menhir/batu tegak adalah batu yang didirikan/tegak yang berfungsi sebagai batu peringatan dalam pemujaan arwah leluhur,” jelas Teguh.
Ditambahkan pula bahwa karena menhir media untuk penghormatan arwah leluhur dalam tradisi megalitik. Karena pada prinsipnya pemahaman “tradisi berlanjut” ini lebih pada bentuk visual dari artefaknya saja, namun memiliki perbedaan dalam hal fungsi dan pemanfaatan dari objek tersebut.