Bendera Oranye

Bendera Oranye
0 Komentar

SINGAPURA menaikkan bendera oranye. Kemarin. Pertanda wabah virus Wuhan sudah mengancam negara tetangga itu dengan serius.

Di Tiongkok sendiri kemarin mencatat rekor: yang bisa disembuhkan mencapai 389 orang. Dalam sehari.

Sudah delapan hari berturut-turut jumlah yang sembuh lebih banyak dari yang meninggal.

Baca Juga:Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang Hingga 9 Februari, BMKG Imbau Warga WaspadaDikarantina, Ada 78 WNI Jadi Kru di Kapal Pesiar yang Terinfeksi Virus Corona

Sampai tanggal 30 Januari, yang meninggal terus lebih banyak dari yang sembuh. Hari itu saja yang meninggal 38 orang. Yang sembuh hanya 21 orang.

Apalagi tanggal-tanggal sebelumnya.

Namun, sejak 31 Januari yang sembuh sudah melebihi yang meninggal. Meski hari itu selisihnya hanya 4 orang.

Tapi hari-hari setelah itu yang sembuh kian jauh lebih banyak. Secara konsisten pula. Dari hari ke hari. Yang mencapai rekornya tanggal 7 Februari kemarin.

Saya pun menanti perkembangan angka hari ini dengan penuh harap.

Secara total, sampai kemarin, jumlah yang meninggal mencapai 637 orang. Sudah melebihi korban wabah SARS 18 tahun lalu. Tapi yang berhasil disembuhkan sudah 1.542 orang.

Di antara tambahan yang meninggal itu terdapat seorang dokter. Hebohnya bukan main. Media sosial seperti kompak: menghujat polisi Wuhan.

Dokter itulah yang memberi peringatan awal datangnya wabah itu. Sebenarnya ia tidak mengada-ada.

Tapi postingan di media sosial yang dilakukan dokter itu dianggap meresahkan. Ia dipanggil polisi. Diperiksa. Lalu diberi surat peringatan: kalau terus memposting soal virus seperti itu akan dikenakan hukuman.

Baca Juga:Status Risiko Level Oranye, Kedutaan Besar RI di Singapura Minta WNI WaspadaAkhirnya, Komisi Pengawas Nasional China Investigasi Kematian Dokter Pengungkap Virus Corona Li Wenliang

Dokter itu sendiri punya bukti: ia sendirilah yang terkena virus itu. Ia kemudian dirawat. Dan kemarin dulu meninggal.

Media sosial kompak menjadikan dokter itu sebagai pahlawan yang mati sia-sia.

Tapi seorang ilmuwan lainnya justru jadi korban media sosial. Ia seorang peneliti virus. Namanya: Shi Zhengli.

Sepuluh tahun lamanya peneliti itu keluar masuk gua gelap nan berbau.

Zhengli melakukan penelitian terhadap gua-gua kelelawar. Yang dulu dianggap sumber wabah SARS.

Setiap kali masuk gua dia mengenakan pakaian anti virus secara lengkap. Sambil terus menahan bau busuk di dalam gua itu.

Yang dia kerjakan di dalam gua itu adalah mengumpulkan kotoran (tahi) kelelawar. Untuk dibawa pulang. Sebagai bahan penelitian.

0 Komentar